Thursday, May 18, 2023

Sosialisasi Cinta Bangga Paham Rupiah (CBP Rupiah) Guru Penggerak Kota Denpasar

Sosialisasi Gerakan Cinta Bangga Paham Rupiah (CBP Rupiah) Kolaborasi Bank Indonesia dengan Guru Penggerak Kota Denpasar

(19/05/2023). Baru-baru ini Balai Besar Guru Penggerak Provinsi Bali mengadakan kerjasama kolaborasi dengan Bank Indonesia (BI). Dimana kegiatan bertujuan untuk mensosialisasikan dan rasa bangga para murid dan warga sekolah terhadap Rupiah sebagai simbol kedaulatan Republik Indonesia.

Kegiatan yang dihadiri oleh ratusan Guru Penggerak dari beberapa daerah di Provinsi Bali ini memiliki sebuah agenda program berkelanjutan sebagai upaya membangun semakin banyak relasi dengan berbagai lembaga baik Pemerintahan maupun Swasta. Sehingga berbagai bentuk upaya yang dapat dilakukan untuk dapat bekerja sama sehingga murid-murid dari setiap satuan pendidikan mendapatkan pemahaman tentang simbol kedaulatan Bangsa ini yaitu Rupiah.

Di SMP Cipta Dharma, kegiatan sosialisasi ini dilaksanakan pada hari Jumat, 19 Mei 2023 dengan melibatkan kurang lebih 30 orang perwakilan dari peserta didik serta perwakilan guru dimana dalam kegiatan ini dilaksanakan secara tatap muka, beberapa materi yang disampaikan terkait materi CBP ini dituangkan dalam beberapa bentuk media sosial seperti instagram, youtube, facebook dan media offline lainnya. Harapannya melalui kegiatan ini murid-murid menjadi semakin paham dan menghargai Rupiah. (eka)

Note : link Dokumentasi Video

Rekap Absensi Peserta


Link Absensi

Foto-Foto Kegiatan dan Video


Deklarasi Siswa dan Guru SMP Cipta Dharma

Cinta, Bangga, Paham Rupiah

Jumat, 19 Mei 2023

Video Dokumentasi



Video Pendukung : 



Video Cinta Rupiah Mulai Dari Diri


Kenali Uang Asli dan Uang Palsu


Video Short Cinta Rupiah


Video Sosialisasi QRIS

Penutup

Berikut merupakan laporan untuk kegiatan diseminasi kegiatan CBP Rupiah di SMP Cipta Dharma


Filosofi Hari Suci Saraswati

Filosofi Hari Suci Saraswati


Memasuki Wuku Watugunung, umat Hindu akan diwarnai kesehariannya dengan persiapan sebuah hari raya yang datangnya 210 hari sekali yaitu Saraswati. Dalam berbagai pustaka serta wejangan mantra Veda, Saraswati dijelaskan sebagai salah satu Manifestasi Ida Sang Hyang Widhi sebagai menguasai ilmu Pengetahuan. Ilmu yang memberikan keutamaan pada setiap makhluk di dunia ini. Ilmu yang dikatakan didalam Nitisastra sebagai salah satu penyebab bersinarnya seorang individu secara keilmuan. Selain itu, ilmu yang juga menjadi teman yang paling setia dalam kehidupan manusia karena ilmulah yang selalu menjadi "pengada" eksistensi manusia di dunia ini. Bagaimanakah kepercayaaan kita tentang munculnya perayaan Saraswati ini ? mari kita lihat dari mitologi Sang Waturenggong berikut ini.


Mengenal Dewi Ilmu Pengetahuan

Berdasarkan epos, Sang Watugunung dipersonifikasikan sebagai karakter yang keras, memiliki kesaktian dan kekuatan yang tinggi, sehingga tidak satupun bisa mengalahkannya dalam peperangan baik manusia dan konon oleh para Dewa. Dalam kisah ini diceritakan Sang Watugunung adalah seorang putra raja dari kerajaan Sinta, dengan nama ratunya adalah Dewi Sinta. Pada suatu hari, Ratu Sinta sangat marah kepada Sang Watugunung. karena kenakalannya yang kemudian menyebabkan Sang Watugunung kemudian minggat dari rumah dan melakukan tapa semadi, hingga berlangsung cukup lama dan kemudian Bhatara Brahma turun memberikan penganugrahan kesaktian kepada Sang Watugunung.

Karena kesaktiannya, Sang Watugunung mulai angkuh dengan merebut kekuasaan kepada para raja dan menaklukkan kerajaan-kerajaan lain seperti kerajaan Landap, Ukir, Kulantir dan sampai ke 29 kerajaan lain termasuk kerajaan Sinta. Sang Dewi Sinta sebagai ratu kerajaan Sinta, sama sekali tidak tahu kalau Sang Watugunung adalah anaknya sendiri, begitu pula sebaliknya Sang Watugunung tidak tahu kalau Dewi Sinta adalah Ibunya. Atas ketidaktahuannya itu, terjadilah perkawinan dimana Sang Watugunung memperistri Dewi Sinta. Setelah berlangsung sekian lama, akhirnya Sang Dewi Sinta mengetahui keadaan yang sebenarnya dan betapa kagetnya dia atas kejadian itu. Mulailah Dewi Sinta mencari akal, agar bisa merubah keadaan tersebut. Diberitahukan kepada Sang Watugunung bahwa dirinya hamil dan ngidam. Dewi Sinta ngidam agar Sang Watugunung pergi ke Wisnu Loka untuk memperistri Bhatara Wisnu untuk jadi  madunya.

Keberadaan Sang Watugunung yang ingin memperistri Dewa Wisnu, akhirnya menimbulkan kemarahan Dewa Wisnu dan mencari cara agar bisa mengalahkan Sang Watugunung. Akhirnya Bhatara  Wisnu bertandang ke Bhagawan Sukra, memohon petunjuk bagaimana caranya mengalahkan Sang Watugunung. Kemudian Bhagawan Sukra mengutus anaknya Bhagawan Lumanglang untuk mengetahui kelemahan Sang Watugunung. Akhirnya terkuak rahasia Sang Watugunung dan si Laba-Laba mengetahui kelemahan Sang Watugunung, yaitu kesaktian hanya bisa dikalahkan oleh kekuatan Wisnu dalam wujud Kurma (Kura-Kura).

Mengetahui akan kelemahan Sang Watugunung, kemudian Bhatara Wisnu menantang Sang Watugunung untuk perang tanding lagi dan akhirnya Sang Watugunung dapat dikalahkan oleh Bhatara Wisnu dalam wujud Kurma. Pada hari Redite Kliwon Watugunung Sang Watugunung runtuh, dan sesaat sebelum badannya rubuh ke bumi Sang Watugunung memohon kepada Bhatara Wisnu, bila tubuhnya jatuh dilautan samudera, agar diberikan sinar matahari yang terik agar tidak kedinginan, dan bila tubuhnya jatuh di daratan agar diberikan hujan agar badannya tidak kekeringan dan kepanasan. Inilah yang kemudian menjadi kepercayaan beberapa masyarakat bahwa jika I Watugunung runtuh ke samudera maka akan terjadi panas terik, sebaliknya jika jatuh di daratan akan terjadi hujan angin.

Pada hari keesokannya, Soma Umanis Watugunung Sang Watugunung meninggal dunia (disebut dengan soma pamelastali atau sandungatang atau Watugunung runtuh) dan tepat pada hari Anggara Pahing Watugunung mayat Sang Watugunung diseret-seret sehingga hari itu disebut hari “Paid-paidan”. Pada hari Buda Pon Watugunung, Sang Watugunung sempat siuman (sehingga disebut dengan  buda urip) tetapi kemudian dibunuh lagi oleh Bhatara Wisnu. Oleh Sang Sapta Rsi, diuriplah kembali Sang Watugunung. Yang pertama oleh Bhagawan Radite Sang Watugunung dihidupkan dengan japa mantranya sampai lima kali baru bisa hidup. Namun kemudian dibunuh lagi oleh Bhatara Wisnu. Begitu selanjutnya detiap dihidupkan oleh Bhagawan Soma dengan japa mantranya sampai tiga kali, Bhagawan budha dengan japa mantranya sebanyak tujuh kali, Bhagawan Wrespadi mengucapkan japa mantranya sebanyak delapan kali, Sang Watugunung kembali hidup (hari Wrespati disebut dengan hari panegtegan) namun kembali Sang Watugunung di bunuh oleh Bhatara Wisnu.

Pada akhirnya kemudian Bhatara Sukra (pada hari jum’at) memohon kepada bhatara Wisnu agar memberikan kesempatan kepada Sang Watugunung untuk hidup dan memperbaiki perbuatannya. Bhatara Wisnu sadar bahwa Sang Watugunung sebagai menusia tidak lepas dari kesalahan dan memiliki kemampuan yang tebatas. Kemudian Bhagawan Sukra mengucapkan japa mantranya dan akhirnya Sang Watugunung hidup lagi dan mulai saat itu kesombongan Sang Watugunung musnah. Keesokan harinya, tepatnya Sukra Kliwon Watugunung, Sang Watugunung mulai menyucikan dirinya, dan melaksanakan Tapa, Brata, Yoga, Samadhi, untuk memohon kepradnyanan kepada Sang Hyang Widhi, yang kemudian hari itu disebut dengan “Pengeredanan”. Karena keteguhannya Sang Watugunung melakukan tapa, keesokan harinya yaitu Saniscara Umanis Watugunung, dianugerahkan ilmu  pengetahuan oleh Ida Sang Hyang Widhi, maka sejak saat itu pada hari yang sama disebut dengan " Hari Suci Saraswati".

         Mitologi ini memberikan kita nasehat bahwa sesakti-saktinya manusia pasti akan mampu ditaklukan jika kesaktiannya itu berisikan adharma yaitu kesombongan dan keangkuhan. Saraswati mengingatkan kita untuk tetap rendah hati sebagai manusia walau dengan segala kelebihan, bukan rendah diri. Ilmu bukan serta merta memberikan kekayaan, namun mampu memberikan kehidupan manusia menjadi lebih baik. menjadi lebih baik artinya “setata eling ring swadharma” yaitu apa yang menjadi kewajiban kita lakukanlah dengan baik serta bertanggungjawab. Jangan mempertimbangkan orang lain terhadap kita sendiri karena mereka belum tentu juga kebaikannya. Pemahaman seseorang tentang Ilmu pengetahuan bukan diukur dari sebanyak apa studinya, tetapi lebih daripada seberapa jauh kita melakukan sadhana Dharma dengan baik di alam ini. Mari kita mengejar Ilmu pengetahuan guna kehidupan kita yang lebih baik. Rahajeng Nyanggra Rahina Saraswati. (eka)

Lomba Rangkaian Kegiatan Hari Suci Saraswati

Lomba Rangkaian Kegiatan Hari Suci Saraswati

SMP Cipta Dharma (15-19/5/2023) kembali lagi menggelar kegiatan perlombaan sebagai rangkaian kegiatan peringatan hari Suci Saraswati yang jatuh pada hari Sabtu tanggal 20 Mei 2023. Beberapa bentuk kegiatan di laksanakan sebagai wujud rasa syukur dan mengajarkan kepada anak-anak akan pentingnya memiliki rasa syukur, bakti kepada Tuhan serta menerapkan nilai-nilai kerjasama, gotong royong dan hal-hal positif seperti yang tertuang didalam visi sekolah yaitu terwujudnya sekolah unggul dalam mutu yang berkarakter dan berwawasan lingkungan. Sangat tepat sekali pada visi tersebut terdapat kata berkarakter artinya pada konteks ini anak-anak diajarkan nilai-nilai yang bersifat religius, menghargai antar pemeluk agama. (Cek Dokumentasi)


Foto 1. Kegiatan Anak-Anak Membuat Canang dan Kuwangen Untuk Sarana Persembahyangan 


Foto 2. Kegiatan Anak-Anak Putra Membuat Kelangsah Untuk Sarana Hiasan Tempat Suci Padmasana


Foto 3. Kegiatan Perlombaan Busana Adat Bali

Serangkaian kegiatan yang telah dilakukaan memberikan suasana tersendiri bagi anak-anak, dimana dalam kegiatan tersebut anak-anak dapat merasakan suatu kebanggaan terhadap budayanya sendiri sehingga pada akhirnya akan memunculkan karakter pelajar Pancasila dalam diri mereka sendiri. (eka)

Thursday, March 23, 2023

Koneksi Antar Materi Modul 2.3 Coaching

Refleksi dan Koneksi Antar Materi Modul 2.3

 


Sumber : Gambar Google

Coaching didefinisikan sebagai sebuah proses kolaborasi yang berfokus pada solusi, berorientasi pada hasil dan sistematis, dimana coach memfasilitasi peningkatan atas performa kerja, pengalaman hidup, pembelajaran diri, dan pertumbuhan pribadi dari coachee (Grant, 1999). Sedangkan Whitmore (2003) mendefinisikan coaching sebagai kunci pembuka potensi seseorang untuk dapat memaksimalkan kinerjanya. Coaching lebih kepada membantu seseorang untuk belajar daripada mengajarinya. Sejalan dengan pendapat para ahli tersebut, International Coach Federation mendefinisikan coaching sebagai "... bentuk kemitraan bersama klien (coachee) untuk memaksimalkan potensi pribadi dan profesional yang dimilikinya melalui proses yang menstimulasi dan mengeksporasi pemikiran dan proses kreatif."

Selain coaching, ada beberapa metode pengembangan diri yang lain yang bisa jadi sudah biasa diterapkan di sekolah yaitu : mentoring, konseling, fasilitasi dan training. Adapun definisi dari masing-masing bentuk pengembangan diri tersebut sebagai berikut

1. Definisi Mentoring

Stone(2002) mendefinisikan mentoring sebagai suatu proses dimana seorang teman, guru, pelindung atau pembimbing yang bijak dan penolong menggunakan pengalamanya untuk membantu seeorang dalam mengatasi kesulitan dan mencegah bahaya. Sedangkan Zachary (2002) menjelaskan bahwa mentoring memindahkan pengetahuan tentang banyak hal, memfasilitasi perkembangan, mendorong pilihan yang bijak dan membantu mentee untuk membuat perubahan.

2. Definisi Konseling

Gibson dan Mitchell (2003) menyatakan bahwa konseling adalah hubungan bantuan antara konselor dan klien yang difokuskan pada pertumbuhan pribadi dan penyesuaian diri serta pemecahan masalah dan pengambilan keputusan. Sementara itu, Rogers (1942) dalam Hendrarno, dkk (2003:24), menyatakan bahwa konseling merupakan rangkaian-rangkaian kontak atau hubungan secara langsung dengan individu yang tujuannya memberikan bantuan dalam merubah sikap dan tingkah lakunya.

3. Definisi Fasilitasi

Shwarz (1994) mendefinisikan fasilitasi sebagai sebuah proses dimana seseorang yang dapat diterima oleh seluruh anggota kelompok, secara substantif berdiri netral, dan tidak punya otoritas mengambil kebijakan, melakukan intervensi untuk membantu kelompok memperbaiki cara-cara mengidentifikasi dan menyelesaikan berbagai masalah, serta membuat keputusan, agar bisa meningkatkan efektivitas kelompok itu.

4. Definisi Training

Training menurut Noe, Hollenbeck, Gerhart & Wright (2003) merupakan suatu usaha yang terencana untuk memfasilitasi pembelajaran tentang pekerjaan yang berkaitan dengan pengetahuan, keahlian dan perilaku oleh para pegawai.


Coaching dalam Konteks Pendidikan

Ki Hadjar Dewantara menekankan bahwa tujuan pendidikan itu "menuntun" tumbuhnya atau hidupnya kekuatan kodrat anak sehingga dapat memperbaiki lakunya. Oleh sebab itu keterampilan coaching perlu dimiliki para pendidik untuk menuntun segala kekuatan kodrat (potensi) agar mencapai keselamatan dan kebahagiaan sebagai manusia maupun anggota masyarakat. Proses coaching sebagai komunikasi pembelajaran antara guru dan murid, murid diberikan ruang kebebasan untuk menemukan kekuatan dirinya dan peran sebagai "pamong" dalam memberi tuntunan dan memberdayakan potensi yang ada agar murid tidak kehilangan arah dan menemukan kekuatan dirinya tanpa membahayakan dirinya.

Sistem Among, Ing Ngarso Sung Tulodo, Ing Madyo Mangun Karso, Tut Wuri Handayani, menjadi semangat yang menguatkan keterampilan komunikasi guru dan murid dengan menggunakan pendekatan coaching. 

Paradigma Berpikir Coaching

Ada 4 paradigma dalam berpikir coaching diantaranya adalah :

1. Fokus pada coachee/ rekan yang akan dikembangkan

2. Bersikap terbuka dan ingin tahu

3. Memiliki kesadaran diri yang kuat

4. Mampu melihat peluang baru dan masa depan

Masing-masing dari paradigma berpikir coaching dapat dijelaskan sebagai berikut

1. Fokus Pada Coachee

Paradigma berpikir yang pertama adalah fokus pada coachee atau rekan sejawat yang akan kita kembangkan. Pada saat kita mengembangkan kompetensi rekan sejawat kita, kita memusatkan perhatian kita pada rekan yang kita kembangkan, bukan pada "situasi" yang dibawakan dalam percakapan. Fokus diletakkan pada topik apapun yang dibawakan oleh rekan tersebut, dapat membawa kemajuan pada mereka, sesuai keinginan mereka.

2. Bersikap Terbuka dan Ingin Tahu

Paradigma berpikir yang kedua adalah bersifat terbuka dan ingin tahu. Kita perlu berpikiran terbuka terhadap pemikiran-pemikiran rekan sejawat yang kita kembangkan. Ciri-ciri dari sikap terbuka dan ingin tahu ini adalah :

a. Berusaha untuk tidak menghakimi, melabel, berasumsi atau menganalisis pemikiran orang lain;

b. Mampu menerima pemikiran orang lain dengan tenang, dan tidak menjadi emosional;

c. Tetap menunjukkan rasa ingin tahu yang besar terhadap apa yang membuat orang lain memiliki pemikiran tertentu.

3. Memiliki Kesadaran Diri Yang Kuat

Paradigma berpikir coaching yang ketiga adalah memiliki kesadaran diri yang kuat. Kesadaran diri yang kuat membantu kita untuk bisa menangkap adanya perubahan yang terjadi selama pembicaraan dengan rekan sejawat. Kita perlu mampu menangkap adanya emosi/ energi yang timbul dan mempengaruhi percakapan, baik dari dalam diri sendiri maupun dari rekan kita. Kompetensi yang merupakan perwujudan dari paradigma berpikir ini akan dikatakan sebagai kompetensi coaching.

4. Mampu Melihat Peluang Baru dan Masa Depan

Paradigma berpikir coaching yang keempat adalah mampu melihat peluang baru dan masa depan. Kita harus mampu melihat peluang perkembangan yang ada dan juga bisa membawa rekan kita melihat masa depan. Coaching mendorong seseorang untuk fokus pada masa depan, karena apapun situasinya saat ini, yang masih bisa diubah adalah masa depan. Coaching bisa mendorong seseorang untuk fokus pada solusi, bukan pada masalah, karena pada saat kita berfokus pada solusi, kita menjadi lebih bersemangat dibandingkan jika kita berfokus pada masalah.

Prinsip Coaching

International Coaching Federation (ICF) mendefinisikan coaching sebagai kemitraan dengan klien dalam suatu proses kreatif dan mengunggah pikiran untuk menginspirasi klien agar dapat memaksimalkan potensi pribadi dan profesional coachee.

Prinsip coaching dikembangkan dari tiga kata/frasa kunci pada definisi coaching, yaitu "Kemitraan, Proses Kreatif, dan Memaksimalkan Potensi". Berikut adalah penjelasan dari masing-masing prinsip tersebut

1. Kemitraan

Prinsip coaching yang pertama adalah kemitraan. Dalam coaching, posisi coach terhadap coachee-nya adalah mitra. Itu berarti setara, tidak ada yang lebih tinggi maupun lebih rendah. Coachee adalah sumber belajar bagi dirinya sendiri. 

Pertanyaan yang bisa dilontarkan oleh kita kepada rekan sejawat kita untuk membangun kemitraan adalah sebagai berikut

a. Apa yang ingin bapak/ibu kembangkan dalam enam bulan ke depan ?

b. Apa yang ingin bapak/ibu capai di akhir semester/tahun pelajaran ini ?

c. Di antara standar proses pembelajaran yang kita miliki, bagian mana yang menurut bapak/ibu paling perlu bapak/ibu tingkatkan / kembangkan ?

2. Proses Kreatif

Coaching adalah proses mengantar seseorang dari situasi dia saat ini ke situasi ideal yang diinginkan di masa depan. Hal ini tergambar dalam prinsip coaching yang kedua, yaitu proses kreatif ini dilakukan melalui percakapan , yang :

a. dua arah

b. memicu proses berpikir coachee

c. Memetakan dan menggali situasi coachee untuk menghasilkan ide-ide baru

Prinsip ini dapat membantu seseorang untuk menjadi otonom karena dalam prosesnya orang yang dikembangkan perlu untuk berpikir ke dalam dirinya untuk mendapatkan kesadaran diri akan situasinya dan kemudian menemukan langkah-langkah apa yang perlu dilakukan untuk mengembangkan kompetensi dirinya. Berikut adalah percakapan yang menggambarkan proses kreatif antara seorang guru yang membantu rekan sejawatnya dalam mengembangkan kompetensi dirinya.

Coach : Di antara proses pembelajaran yang kita miliki, bagian mana yang menurut ibu paling perlu ibu tingkatkan atau kembangkan ?

Coachee : Saya ingin mengembangkan bagaimana saya bisa memenuhi kebutuhan belajar murid-murid saya yang berbeda-beda, pak 

Coach : O ... jadi ibu ingin mengembngakan bagaimana ibu bisa memenuhi kebutuhan belajar murid-murid ibu yang berbeda-beda. apa indikator dari ibu sudah bisa memenuhi kebutuhan belajar murid-murid ibu yang berbeda-beda tersebut ?

Coachee : Indikatornya, semua murid saya bisa memahami konsep yang saya ajarkan dengan lebih mudah. Mereka bisa menikmati proses belajar mereka karena sesuai dengan gaya dan kecepatan belajar mereka masing-masing

Coach : Baik, jadi indikatornya adalah semua murid ibu bisa memahami konsep yang ibu ajarkan dengan lebih mudah dan mereka bisa menikmati proses belajar karena sesuai dengan gaya dan kecepatan belajar mereka masing-masing ya ... Sehubungan  dengan tujuan tersebut, skala 1-10, jika 10 ibu sudah dapat memenuhi kebutuhan belajar murid-murid seperti yang ibu sampaikan tadi, dan 0 belum memenuhi, ibu ada di angka berapa saat ini ?

Coachee : Sepertinya saya masih di angka 6 deh pak.

Coach : Di angka 6 ya, Seperti apa itu angka 6 nya bu ? bisa dijelaskan ?

Coachee : Di angka 6 karena saat ini proses belajar saya baru mengakomodir tiga tingkatan pemahaman, mudah, sedang, dan sulit. Saya belum mempertimbangkan gaya belajar dan kecepatan belajar murid sama sekali

Coach : Baik ... ibu ingin meningkatkannya menjadi angka berapa dalam beberapa minggu kedepan ?

Coachee : Ditingkatkan ke angka 8 deh pak

Coach : 8 nya seperti apa itu bu ?

Coachee : Saya akan mencoba menyiapkan proses belajar yang mengakomodasi gaya belajar murid-murid saya pak

Coach : Untuk bisa menyiapkan proses belajar yang mengakomodir gaya belajar murid-murid ibu, apa saja yang sudah ibu lakukan ?

Coachee : (Bercerita apa yang sudah dilakukan)

Coach : Jadi ibu sudah melakukan itu semua ya, apa lagi yang perlu ditambahkan dilakukan berbeda, supaya murid ibu ini bisa fokus menyimak penjelasan ibu pada saat ibu mengajar ?

Coachee : (berpikir dan mengatakan hal-hal yang perlu ditambahkan dan dilakukan berbeda)

Coach : Apa lagi ?

3. Memaksimalkan Potensi

Untuk memaksimalkan potensi dan memberdayakan rekan sejawat, percakapan perlu diakhiri dengan suatu rencana tindak lanjut yang diputuskan oleh rekan yang dikembangkan, yang paling mungkin dilakukan dan paling besar kemungkinan berhasilnya. Selain itu juga, percakapan ditutup dengan kesimpulan yang dinyatakan oleh rekan yang sedang dikembangkan.

Pertanyaan yang bisa dilontarkan oleh kita kepada rekan sejawat kita untuk bergerak maju adalah sebagai berikut :

a. Jadi apa yang akan bapak/ ibu lakukan setelah sesi ini dari alternatif tadi ?

b. Kapan bapak/ibu akan melakukannya ?

c. Bagaimana bapak/ibu memastikan ini bisa berjalan ?

d. Siapa yang perlu diminta dukungan ?

Pertanyaan yang bisa dilontarkan oleh kita kepada rekan sejawat kita untuk meminta mereka menyimpulkan adalah sebagai berikut :

a. Apa yang bisa bapak/ibu simpulkan dari percakapan kita barusan ?

b. Apa yang menjadi pandangan baru dari percakapan kita barusan ?

Prinsip dan Paradigma Berpikir Coaching dalam Supervisi Akademik

Kita ketahui bersama bahwa supervisi akademik memiliki tujuan untuk mengevaluasi kompetensi mengajar guru dan proses belajar di kelas. Pertanyaanya, apakah kita bisa mengevaluasi dan juga sekaligus memberdayakan ? Costa dan Garmston (2016) menyampaikan bahwa kita bisa memberdayakan guru melalui coaching, kolaborasi, konsultasi dan evaluasi yang interaksinya bergantung kepada tujuan dan hasil yang diharapkan.

Perbedaan Fungsi Pendukung dalam Pemberdayaan Manusia


Fungsi Pendukung Maksud (Intensi) Tujuan Sumber Kriteria Untuk Penilaian
Coaching Mengubah efektivitas pengambilan keputusan, paradigma berpikir (mental model), dan persepsi serta membiasakan refleksi Meningkatkan dan membiasakan belajar mandiri, mengelola diri sendiri, memantau diri sendiri, memodifikasi diri sendiri Guru
Kolaborasi Membentuk ide, pendekatan, solusi dan fokus untuk penyelidikan (inkuiri) Memecahkan masalah pembelajaran, menerapkan dan menguji ide-ide bersama, belajar bersama Guru dan Rekan Sejawat
Konsultasi Menginformasikan tentang kebutuhan siswa, pedagogi, kurikulum, kebijakan, prosedur dan memberikan bantuan teknis. Menerapkan standar pengajaran Meningkatkan pengetahuan dan keterampilan pedagofis dan konten, menerapkan praktik dan kebijakan dalam lingkup sekolah Konsultan
Evaluasi Memenuhi standar dan kriteria yang digunakan oleh sekolah Menilai kinerja sesuai dengan standar yang digunakan Evaluator mengacu pada standar yang digunakan


Kompetensi Inti Coaching

Berdasarkan ICF (International Coaching Federation) . Coaching diyakini membawa manfaat untuk pengembangan potensi dari coachee, meningkatkan kinerja, terwujudnya tim yang solid dan berujung pada peningkatan keuntungan suatu lembaga. Menurut ICF ada 8 kompetensi yang wajib dimiliki oleh seorang coach.

Berikut ini, delapan kompetensi coaching standar ICF

1. Demostrates Ethical Practice

Mendemontrasikan praktik etis adalah memahami dan secara konsisten menerapkan etika dan standar pembinaan coaching. Menunjukkan integritas dan kejujuran dalam berinteraksi dengan klien. Peka terhadap identitas, lingkungan, pengalaman, nilai dan keyakinan klien, menggunakan bahasa yang pantas dan menghormati klien. Menjaga kerahasiaan informasi dari klien

2. Embodies a Coaching Mindset

Mewujudkan pola pikir coaching dengan cara mengembangkan dan mempertahankan pola pikir yang terbuka, sifat ingin tahu dan fleksibel yang berpusat pada klien bukan pada masalah. Coach terlibat dalam pembelajaran dan pengembangan secara berkelanjutan. Mengembangkan praktik, mempertahankan kesadaran dan selalu terbuka terhadap pengaruh budaya yang ada.

3. Establishes and Maintains Agreements

Menetapkan dan memelihara perjanjian yaitu bermitra dengan klien untuk menciptakan kejelasan kesepakatan tentang hubungan pembinaan, proses, rencana dan tujuan. Menjelaskan apa itu coaching dan mencapai kesepakatan tentang apa yang pantas dan tidak pantas serta apa saja yang ditawarkan pada klien. Bermitra dengan klien dan pemangku kepentingan terkait untuk membangun keseluruhan rencana, tujuan coaching, mengidentifikasi atau menegaskan kembali apa yang ingin dicapai dalam coaching.

4. Cultivates Trust and Safety

Menumbuhkan kepercayaan dan keamanan yaitu bermitra dengan klien untuk menciptakan lingkungan yang aman dan mendukung klien untuk berbagi secara bebas. Menjaga hubungan saling menghormati dan kepercayaan

Coach harus berusaha memahami klien dalam konteks mereka yang mencakup identitas, lingkungan, pemahaman, nilai dan kepercayaan. Menunjukkan rasa hormat terhadap identitas, persepsi, gaya dan bahasa klien.

5. Maintains Presence

Mempertahankan kehadiran dengan cara sepenuhnya sadar dan hadir bersama klien, menggunakan gaya yang terbuka, fleksibel, membumi dan percaya diri. Tetap fokus, jeli, empati dan responsif terhadap klien, menunjukkan rasa ingin tahu selama proses coaching

Mengelola emosi seseorang untuk tetap hadir dengan klien, menunjukkan kepercayaan diri dalam bekerja dengan emosi klien yang kuat selama proses pembinaan.

6. Listens Actively

Mendengarkan secara efektif dengan berfokus pada apa yang dikatakan klien dan sepenuhnya memahami apa yang sedang dikomunikasikan dan mendukung klien berekspresi diri. Mempertimbangkan konteks klien, identitas, lingkungan, pengalaman, nilai dan keyakinan untuk meningkatkan tantangan apa yang klien komunikasikan. Coach merangkum apa yang dikomunikasikan klien untuk memastikan kejelasan dan klarifikasi pemahaman.

7. Evokes Awareness

Membangkitkan kesadaran dengan memfasilitasi wawasan dan pembelajaran klien dengan menggunakan alat dan teknik seperti pertanyaan yang berbobot, keheningan, metafora atau analogi. Mempertimbangkan apa yang paling berguna. Coach mengajukan pertanyaan tentang klien, seperti cara berpikir, nilai, kebutuhan, keinginan dan keyakinan.

8. Facilitates Client Growth

Memfasilitasi pertumbuhan klien dengan cara bermitra dengan klien untuk mengubah pembelajaran dan wawasan menjadi tindakan. Mempromosikan otonomi klien dalam proses pembinaan. Mengintegrasikan kesadaran, wawasan atau pembelajaran baru ke dalam pandangan dunia dan perilaku. Bersama dengan klien merancang tujuan, tindakan dan ukuran tanggung jawab yang mengintegrasikan dan memperluas pembelajaran baru. Mengakui dan mendukung otonomi klien dalam merancang tujuan serta tindakan yang bertanggung jawab.

Supervisi Akademik Dengan Paradigma Berpikir Coaching

Dalam pelaksanaanya ada dua paradigma utama yang menjadi landasan kita menjalankan proses supervisi akademik yang memberdayakan, yakni paradigma pengembangan kompetensi yang berkelanjutan dan optimalisasi potensi setiap individu.

Seorang supervisor memahami makna dari tujuan pelaksanaan supervisi akademik di sekolah (Sergiovanni, dalam Depdiknas, 2007) :

1. Pertumbuhan : setiap individu melihat supervisi sebagai bagian dari daur belajar bagi pengembangan performa sebagai seorang guru ,

2. Perkembangan : supervisi mendorong individu dalam mengidentifikasi dan merencanakan area pengembangan diri

3. Pengawasan : sarana dalam monitoring pencapaian tujuan pembelajaran

Beberapa prinsip-prinsip supervisi akademik dengan paradigma berpikir coaching meliputi :

1. Kemitraan : proses kolaborasi antara supervisor dan guru

2. Kontruktif : bertujuan mengembangkan kompetensi individu

3. Terencana

4. Reflektif

5. Objektif : data/ informasi diambil berdasarkan sasaran yang sudah disepakati

6. Berkesinambungan

7. Komprehensif : mencakup tujuan dari proses supervisi akademik

Refleksi Terkait Koneksi Materi Pada Modul 2.3

Rubrik ini mengukur 3 (tiga) aspek yang terdiri dari: 

  1. Pemikiran reflektif terkait pengalaman belajar
    Indikator:
    Dalam refleksinya, CGP menyampaikan poin-poin berikut:
    1. pengalaman/materi pembelajaran yang baru saja diperoleh 
    2. emosi-emosi yang dirasakan terkait pengalaman belajar 
    3. apa yang sudah baik berkaitan dengan keterlibatan dirinya dalam proses belajar 
    4. apa yang perlu diperbaiki terkait dengan keterlibatan dirinya dalam proses belajar 
    5. keterkaitan terhadap kompetensi dan kematangan diri pribadi
1. Pengamalam/ materi pembelajaran yang saya dapatkan ketika mempraktekkan teknik coaching adalah kebermaknaan dari sebuah kegiatan implementasi coaching itu sendiri didalam supervisi akademik. Sebelumnya supervisi akademik yang dilakukan hanya untuk kegiatan mengetahui kelengkapan administrasi guru mengajar, sehingga dalam pikiran saya hal ini akan menjadi suatu rutinitas setiap dilaksanakannya supervisi. Setelah saya mempelajari modul 2.3 saya lebih memahami bahwa supervisi yang dimaksudkan adalah suatu kegiatan yang berkesinambungan yang akan terus dilakukan oleh coachee untuk semakin meningkatkan kinerjanya dari waktu ke waktu, bukan hanya sekedar memenuhi tuntutan administrasi akan tetapi lebih berarah pada meningkatkan potensi diri yang harapannya dapat meningkat pula dampak positif yang dihasilkan nantinya.
2. Emosi-emosi yang saya rasakan terkait pengalaman belajar yang telah dilakukan saya awalnya merasa gugup dan kadang kehabisan ide untuk membuat pertanyaan yang berkualitas , kadang mudah untuk dibuat menjadi lebar masalahnya, sehingga kurang fokus dengan tujuan awal yang ingin dicapai bersama coachee. Setelah mengikuti serangkaian praktek dan mendapatkan pengalaman-pengalaman selama proses pelatihan saya menjadi lebih paham dan lebih terbuka dalam menggali informasi yang bermanfaat untuk coachee
3. Menurut saya yang sudah baik dalam penerapan pembelajaran yang saya lakukan di sekolah , saya sudah mampu mengaktifkan aktifitas belajar dikelas dengan baik, mulai dari penerapan teknik maindfulness hingga membantu anak-anak dalam mencapai kompetensi sosial emosionalnya, hal ini saya rasa sangat bermanfaat sekali sehingga anak-anak ketika saya terapkan dua kegiatan tersebut menjadi lebih paham apa guna dan penerapan teori yang ada tanpa saya harus mengajari mereka dengan cara lama seperti ceramah maupun tanya jawab.
4. Yang perlu masih saya perbaiki adalah potensi ketidak sengajaan untuk menyampaikan secara langsung apa yang saya tau, kurang sabar dalam memberikan anak-anak kesempatan untuk berusaha terlebih dahulu dengan cara mengeksplorasi media-media maupun sumber-sumber belajar yang diberikan.
5. Keterkaitan antara kompetensi dan kematangan diri saya rasa untuk diri sendiri sudah cukup baik, karena saya cukup paham materi modul 2 ini dan bagaimana saya menerapkannya di kelas. Dari hasil praktek yang sudah saya laksanakan selama proses belajar modul ini saya menjadi semakin paham teknik menggunakan alur TIRTA
  1. Analisis untuk implementasi dalam konteks CGP
    Indikator:
    Dalam refleksinya, CGP menyampaikan analisis terkait topik dengan indikator sebagai berikut:
    1. memunculkan pertanyaan kritis yang berhubungan dengan konsep materi dan menggalinya lebih jauh
    2. mengolah materi yang dipelajari dengan pemikiran pribadi sehingga tergali wawasan (insight) baru
    3. menganalisis tantangan yang sesuai dengan konteks asal CGP (baik tingkat sekolah maupun daerah)
    4. memunculkan alternatif solusi terhadap tantangan yang diidentifikasi
Dalam konteks refleksi penerapan beberapa hal yang saya sudah mampu munculkan seperti :
1. Memunculkan pertanyaan kritis yang bertujuan untuk menggali akar masalah sehingga dapat menemukan apa sebenarnya yang menjadi kegundahan yang dirasakan coachee. Dari pertanyaan-pertanyaan yang saya ajukan ketika melaksanakan proses coaching saya rasa masih perlu untuk mengarahkan topik untuk mengacu pada mengembangan ide dari coachee, supaya topik pembicaraan tidak semakin melebar dan masalah menjadi sangat komplit. 
2. Dalam pelaksanaan coaching yang dilakukan, saya menerapkan prinsip-prinsip coaching itu sendiri, diantaranya kemitraan, berpikir kreatif dan memaksimalkan potensi coachee. Prinsip kemitraan saya terapkan dengan upaya terjalinnya suasana yang nyaman, posisi antara coach dan coachee adalah sebagai teman berbagi cerita untuk membantu coachee untuk menemukan solusi masalahnya dari ide-ide kreatif yang memang muncul dari dirinya sendiri. Pada proses memaksimalkan potensi saya mencoba menerapkan pertanyaan-pertanyaan yang bertujuan agar coachee mampu mengelola dirinya sendiri hingga mencapai titik terang apa yang harus dilakukannya.
3. Selain mengacu pada prinsip-prinsip coaching, hasil pengelolaan informasi dari proses bertanya tersebut, juga akan mendapatkan kira-kira apa tantangan yang sebenarnya dihadapi sehingga keberhasilan yang ingin dicapai coachee masih terhambat. Disini coach melakukan analisa-analisa lebih mendalam sehingga dapat mengajukan pertanyaan yang dapat menggiring coachee untuk menemukan ide-ide kreatif dalam proses pengembangan diri/ pemberdayaan dirinya sendiri
4. Dalam proses pemberdayaan diri dari coach pada coachee, ketika proses sedang berlangsung setiap pertanyaan yang tujuannya adalah mengarahkan coachee untuk dapat berpikir akan dirinya sendiri, bagaimana dia dapat menemukan sendiri ide-ide tersebut tanpa harus merasakan digurui oleh coach nya. Disinilah terlihat bahwa proses pemberdayaan tersebut dapat berjalan dengan baik.
  1. Membuat keterhubungan
    Indikator:
    Refleksi yang CGP buat memunculkan koneksi dari pembelajarannya dengan poin-poin berikut:
    1. pengalaman masa lalu
    2. penerapan di masa mendatang
    3. konsep atau praktik baik yang dilakukan dari modul lain yang telah dipelajari
    4. informasi yang didapat dari orang atau sumber lain di luar bahan ajar PGP.
1. Dari proses belajar modul 2.3 ini bila saya kaitkan dengan kondisi masa lalu, ketika saya di supervisi oleh Kepala Sekolah di kelas, supervisi hanya berujuan untuk mengecek kelengkapan guru ketika mengajar, hal ini belum mengupayakan pemberdayaan guru tersebut, apa yang kurang dan perlu diperbaiki dan seterusnya. 
2. Penerapan di masa mendatang perlu kiranya supervisi akademik tidak hanya untuk mengecek kelengkapan guru mengajar, akan tetapi lebih pada pengelolaan diri coachee sehingga mampu meningkatkan kinerjanya dari waktu ke waktu. Tentu coaching yang dilakukan bukan untuk mencari kesalahan dari coachee kemudian menjatuhkan akan tetapi semakin hari semakin mengupayakan peningkatan kualitas dirinya.
3. Praktik baik yang telah dilakukan selain melakukan praktik coaching bersama dengan teman sesama calon guru penggerak, akan tetapi juga bersama dengan teman sejawat dan juga anak-anak di kelas.
4. Informasi yang saya dapatkan terkait dengan kompetensi coaching itu sendiri jika dilihat dari bahan ajar modul hanya 4 sedangkan setelah saya cari informasi dari media online ternyata ada 8 kompetensi yang harus dimiliki.

Demikian gambara hasil refleksi dan koneksi antar materi berkaitan dengan paradigma coaching

Referensi :

1. Modul Materi 2.3 Coaching Program Pendidikan Guru Penggerak

2. https://realestat.id/berita-properti/8-kompetensi-coaching-untuk-mempercepat-return-on-investment-roi/

Wednesday, February 22, 2023

9 Ciri Anak dengan IQ Superior, Pahami Cara Tepat Mendidiknya

9 Ciri Anak dengan IQ Superior, Pahami Cara Tepat Mendidiknya.

Kecerdasan merupakan kemampuan seseorang untuk belajar, memahami kemampuan emosional, kreativitas, serta beradaptasi untuk memahami tuntutan lingkungan secara efektif. Kecerdasan seseorang bisa dikelompokkan sesuai dengan tingkatannya melalui tes intelligence quotient atau IQ.

Salah satu tingkatan IQ yang sering dibicarakan adalah IQ superior atau IQ tinggi, Rata-rata anak dengan IQ superior memiliki skor IQ sekitar 120 ke atas. Hal ini sempat diungkapkan oleh salah seorang psikolog anak, remaja dan keluarga, Alia Mufida, M.Psi pada salah satu media online. Ia menjelaskan ketika tes IQ anak berada di atas rata-rata, para psikolog juga akan melihat aspek lainnya untuk memastikan anak tersebut memiliki kecerdasan tinggi.

"Kalau punya anak IQ tinggi, kita lihat juga sebaran skornya, kalau dari kita psikolog, kita kan enggan cuma lihat dari skornya saja. Tapi kita lihat semuanya, apa aspek-aspek yang diukur, ada yang jomplang apa ngak," kata psikolog anak, remaja dan keluarga yang akrab disapa Fida ini kepada salah satu media online belum lama ini.

"Karena ada juga misalnya IQ rata-rata tinggi, tapi kemampuannya ada yang jomplang banget, kemampuan bahasanya rendah, tapi kemampuan motorik/performance misal kemampuan manipulasi barang itu bagus banget," tambahnya.

IQ Superior Memiliki Pengetahuan Luas

Anak yang memiliki IQ Superior akan memiliki skor yang baik ketika di tes. Hal ini menunjukkan bahwa mereka memiliki potensi kognitif yang sangat baik.

Psikolog Fida menjelaskan anak dengan IQ Superior juga memiliki pengetahuan yang luas. Karena memiliki daya ingat dan selalu memusatkan perhatiannya pada suatu hal.

"Anak yang punya IQ tinggi kemungkinan punya pengetahuan yang luas, daya ingat jangka panjang maupun pendek itu baik, kemampuan memusatkan perhatiannya baik,"tutur Fida".

Sumber : 9 Ciri Anak dengan IQ Superior, Pahami Cara Tepat Mendidiknya (msn.com)

Tuesday, February 21, 2023

Koneksi Antar Materi Modul 2.1 Pembelajaran Berdiferensiasi

Pembelajaran Berdiferensiasi



Artikel ini bertujuan untuk memberikan sebuah gambaran pemahaman terhadap Koneksi Antar Materi yang telah dituangkan pada modul 2.1. berkaitan dengan pembelajaran berdiferensiasi. Beberapa pertanyaan terkait koneksi antar materi pada modul ini akan dicoba untuk disampaikan dalam bentuk Q&A. Berikut adalah penjabaran dari masing-masing pertanyaan pemantik yang telah dijadikan panduan untuk menjelaskan pemahaman akan teori ini.

  1. Buatlah kesimpulan tentang apa yang dimaksudkan dengan pembelajaran berdiferensiasi dan bagaimana hal ini dapat dilakukan di kelas.
Pembelajaran berdiferensiasi adalah serangkaian keputusan masuk akal (common sense) yang dibuat oleh guru yang berorientasi kepada kebutuhan murid. Keputusan-keputusan yang dibuat tersebut adalah yang terkait dengan :
> Bagaimana mereka menciptakan lingkungan belajar yang "mengundang" murid untuk belajar dan bekerja keras untuk mencapai tujuan belajar yang tinggi. Kemudian juga memastikan setiap murid di kelasnya tahu bahwa akan selalu ada dukungan untuk mereka di sepanjang prosesnya.
> Kurikulum yang memiliki tujuan pembelajaran yang didefinisikan secara jelas. Jadi bukan hanya guru yang perlu jelas dengan tujuan pembelajaran, namun juga muridnya.
> Penilaian berkelanjutan. Bagaimana guru tersebut menggunakan informasi yang didapatkan dari proses penilaian formatif yang telah dilakukan, untuk dapat menentukan murid mana yang masih ketinggalan atau sebaliknya, murid mana yang sudah lebih dulu mencapai tujuan belajar yang ditetapkan.
> Bagaimana guru menanggapi atau merespon kebutuhan belajar muridnya. Bagaimana ia akan menyelesaikan rencana pembelajaran untuk memenuhi kebutuhan belajar murid tersebut. Misalnya, apakah ia perlu menggunakan sumber yang berbeda, cara yang berbeda, dan penugasan serta penilaian yang berbeda.
> Manajemen kelas yang efektif. Bagaimana guru menciptakan prosedur, rutinitas, metode yang memungkinkan adanya fleksibilitas, namun juga struktur yang jelas, sehingga walaupun mungkin melakukan kegiatan yang berbeda, kelas tetap dapat berjalan secara efektif.
  • Apakah saya mengubah pemikiran saya sebagai akibat dari apa yang telah saya pelajari ?
Setelah mempelajari modul 2.1 berkaitan dengan pembelajaran berdiferensiasi kita sebagai seorang guru harus memberikan pembelajaran yang dapat memenuhi kebutuhan belajar murid tentunya. Kebutuhan murid dapat dikategorikan dalam 3 aspek yaitu : 1) kesiapan belajar (readiness) murid; 2) minat murid; dan 3) profil belajar murid.

1) Bila ditinjau dari aspek kesiapan belajar (readiness)
Menurut Tomlinson (2001) mengatakan bahwa merancang pembelajaran berdiferensiasi mirip dengan menggunakan tombol equalizer pada stereo atau pemutar CD. Tombol-tombol dalam equalizer tersebut mewakili beberapa perspektif, diantaranya :

a) Bersifat Mendasar ~ Bersifat Transformatif
Saat sebagian murid dihadapkan pada sebuah ide yang baru, atau jika ide itu bukan di salah satu bidang yang dikuasai oleh murid, mereka sering membutuhkan informasi pendukung yang lebih jelas, sederhana dan tidak bertele-tele untuk memahami ide tersebut. Mereka akan perlu waktu untuk berlatih menerapkan ide secara langsung.

b) Konkret  ~ Abstrak
Di lain kesempatan, guru mungkin dapat mengukur kesiapan belajar murid dengan melihat apakah mereka masih di tingkat perlu belajar serta konkret atau sudah siap bergerak mempelajari sesuatu yang lebih abstrak.

c) Sedehana-Kompleks
Beberapa murid mungkin perlu bekerja dengan materi lebih sederhana dengan satu abstraksi pada satu waktu, yang lain mungkin bisa menangani kerumitan berbagai abstraksi.

d) Terstruktur-Open Ended
Kadang-kadang murid perlu menyelesaikan tugas yang ditata dengan cukup baik untuk mereka, dimana mereka tidak memiliki terlalu banyak keputusan untuk dibuat. Namun, di waktu lain, murid siap menjelajah dan menggunakan kreatifitas mereka.

e) Tergantung (depedent)- Mandiri (Independent)
Walaupun pada akhirnya kita mengharapkan bahwa semua murid kita dapat belajar, berpikir dan menghasilkan pekerjaan secara mandiri, namun sama seperti tinggi badan, mungkin seorang anak akan lebih cepat bertambah tinggi dari pada yang lain. Dengan kata lain, beberapa murid mungkin akan siap untuk kemandirian yang lebih awal daripada yang lain.

f) Lambat- Cepat
Beberapa murid dengan kemampuan yang baik dalam suatu mata pelajaran mungkin perlu bergerak cepat melalui materi yang telah ia kuasai atau sedikit menantang. Tetapi di lain waktu, murid yang sama mungkin akan membutuhkan lebih banyak waktu daripada yang lain untuk mempelajari sebuah topik.

2) Bila ditinjau dari aspek minat murid
Tomlinson (2001) menjelaskan bahwa mempertimbangkan minat murid dalam merancang pembelajaran melalui tujuan diantaranya : a) Membantu murid menyadari bahwa ada kecocokan antara sekolah dan keinginan mereka sendiri untuk belajar; b) Menunjukkan keterhubungan antara semua pembelajaran; c) Menggunakan keterampilan atau ide yang familiar bagi murid sebagai jembatan untuk mempelajari ide atau keterampilan yang kurang familiar atau bagi mereka, dan; d) Meningkatkan motivasi murid untuk belajar.
Beberapa cara yang dapat dilakukan untuk meningkatkan dan mempertahankan minat murid diantaranya misalnya :
  • Meminta murid untuk memilih apakah mereka ingin mendemontrasikan pemahaman dengan menulis lagu, melakukan pertunjukkan atau menari atau bentuk lain sesuai minat mereka
  • Menggunakan teknik Jigsaw dan pembelajaran kooperatif.
  • Menggunakan strategi investigasi kelompok berdasarkan minat
  • Membuat kegiatan "sehari di tempat kerja".  Murid diminta mempelajari bagaimana sebuah keterampilan tertentu diaplikasikan dalam kehidupan nyata. Mereka boleh memilih profesi yang sesuai minat mereka.
  • Membuat model.
3) Bila ditinjau dari aspek profil belajar murid
Menurut Tomlinson profil belajar murid ini merupakan pendekatan yang disukai murid untuk belajar, yang dipengaruhi oleh gaya berpikir, kecerdasan, budaya, latar belakang, jenis kelamin, dll.
Menurutnya beberapa hal yang harus diperhatikan :
  • Lingkungan : suhu, tingkat aktivitas, tingkat kebisingan, jumlah cahaya.
  • Pengaruh budaya : santai - terstruktur, pendiam - ekspresif, personal - impersonal
  • Visual : belajar dengan melihat (diagram, power point, catatan, peta, grafik organisator)
  • Auditori : belajar dengan mendengar (kuliah, membaca dengan keras, mendengarkan musik)
  • Kinestetik : belajar sambil melakukan (bergerak dan meregangkan tubuh, kegiatan hands on, dsb)
  • Bagaimana perubahan pemikiran tersebut berkontribusi terhadap pemahaman saya tentang implementasi pembelajaran berdiferensiasi ?
Setelah mempelajari modul 2.1 ini, pemahaman saya terhadap implementasi pembelajaran berdiferensiasi menjadi semakin bertambah. Pemikiran untuk dapat memberikan bentuk pembelajaran yang dapat memenuhi kebutuhan murid sangatlah penting. Kita sadar bahwa kebutuhan anak-anak dan banyaknya pelajaran yang harus mereka terima disekolah tentu mendapatkan respon yang berbeda-beda, tidak itu saja. Dengan adanya banyak mata pelajaran tentu akan banyak juga harus dipenuhi , pertanyaanya apakah murid-murid perlu akan materi tersebut, Tentu ini akan memerlukan sebuah strategi supaya setiap materi yang disampaikan dapat efektif diberikan oleh gurunya.
  • Bagaimana saya tetap dapat bersikap positif walaupun banyak tantangan dalam penerapan pembelajaran berdiferensiasi ini ?
Memang ketika menerapkan pembelajaran berdiferensiasi perlu waktu untuk dapat menerapkanya dengan efektif , mengapa demikian karena guru perlu melakukan pemetaan terlebih dahulu terhadap kebutuhan murid. Sehingga setelah dilakukan pemetaan guru dapat mengetahui kebutuhan muridnya. Setelah itu guru mungkin saja akan harus menyiapkan beragam strategi agar kebutuhan tersebut dapat terpenuhi. Tidak seperti pembelajaran yang mungkin biasa dilakukan dengan menganggap setiap murid itu adalah sama.

2Jelaskan bagaimana pembelajaran berdiferensiasi dapat memenuhi kebutuhan belajar murid dan membantu mencapai hasil belajar yang optimal. 
Saya sependapat mengatakan bahwa dengan pembelajaran berdiferensiasi maka pembelajaran yang diberikan oleh guru ke murid dapat memenuhi kebutuhan belajar mereka. Mengapa demikian, karena sebelum guru menerapkan pembelajaran berdiferensiasi tidak serta merta langsung membagi anak-anak kedalam kelompok-kelompok dan membiarkan mereka belajar tanpa bimbingan dari guru maupun teman yang lebih mampu. Terkadang dalam belajar kelompok sering kali yang bekerja hanya orang itu-itu saja, yang pintar juga orang itu itu saja, sehingga walaupun diberikan belajar kelompok tetap tidak dapat memberikan pengaruh yang signifikan terhadap peningkatan pemahaman materi dari mereka. Alangkah baiknya dalam penerapan pembelajaran guru masih tetap dapat ikut terlibat merencanakan pembelajaran dengan baik, sehingga apa yang dilakukan oleh guru dapat berjalan dengan efektif untuk mencapai tujuan pembelajaran yang diinginkan.

3. Jelaskan pula bagaimana kaitan antara materi dalam modul ini dengan modul lain di program pendidikan guru penggerak.
Bila dikaitkan dengan modul materi pada pembelajaran guru penggerak ini, sangatlah berkaitan sebab strategi yang diberikan oleh guru kepada murid dalam pembelajarannya dapat menguatkan apa yang sudah dimiliki oleh murid, Penilaian pun yang dilakukan tidak serta merta mengukur prestasi anak-anak di segala bidang melainkan hanya menebalkan apa yang sudah dimiliki oleh mereka untuk dapat mereka gunakan untuk menjalankan kehidupan nya menjadi pribadi yang lebih baik. Yaitu manusia yang merdeka yang bertumbuh sesuai kodrat kehidupannya masing-masing untuk mendapatkan keselamatan dan kebahagiaan.

Referensi : 

~ Kusuma, Oscarina Dewi, dkk. 2020. Pendidikan Guru Penggerak (Praktik Pembelajaran Yang Berpihak Pada Murid). e-Book Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Jakarta


Tuesday, December 20, 2022

Koneksi Antar Materi Modul 1 Aktivitas Guru Penggerak

Koneksi Antar Materi Modul 1 Aktivitas Guru Penggerak

Dalam membuat koneksi antar materi modul 1 ini akan saya sampaikan dengan menggunakan rubrik yang meliputi 3 (tiga) aspek terdiri dari : 1) pemikiran refleksi terkait pengalaman belajar; 2) analisis untuk implementasi dalam konteks CGP; 3) membuat keterhubungan.

Koneksi materi yang diharapkan adalah berupa kesimpulan mengenai peran seorang guru penggerak dalam menciptakan budaya positif di sekolah dengan menerapkan konsep-konsep inti seperti disiplin positif, motivasi perilaku manusia (hukum dan penghargaan), posisi kontrol restitusi, keyakinan sekolah/ kelas, segitiga restitusi dan keterkaitannya dengan materi sebelumnya yaitu Filosofi Pendidikan Nasional Ki Hajar Dewantara, nilai dan peran guru penggerak, serta visi guru penggerak.



A. Pemikiran Refleksi Terkait Pengalaman Belajar

Indikator :

1. Pemahaman/ materi pembelajaran yang baru saja diperoleh

Pada bagian pertama berkaitan dengan disiplin budaya positif mempelajari tentang teori kontrol dari William Glasser. Ada 4 hal yang dibahas diantaranya : 1) kita tidak bisa mengontrol orang lain, kita hanya dapat mengontrol diri sendiri; 2) semua perilaku memiliki tujuan; 3) model berpikir menang-menang, kolaborasi dan konsensus menciptakan pilihan-pilihan baru; 4) realitas (kebutuhan) kita berbeda, kita berusaha memahami pandangan orang lain tentang dunia, setiap orang memiliki gambaran berbeda. Pada tahapan pertama bahwa yang bisa mengontrol orang lain adalah dirinya sendiri dapat dilakukan dengan upaya kontrol diri, menggali potensi agar tercapai tujuan mulia, yaitu sesuatu menjadi seseorang yang kita inginkan berdasarkan nilai-nilai yang kita hargai. Pada tahapan kedua berkaitan dengan semua perilaku memiliki tujuan ada 2 hal yang diharapkan yaitu teori motivasi dan nilai-nilai kebajikan universal. Pada teori motivasi ada 3 motivasi ekstrinsik yaitu 1. untuk menghindari hukuman, 2. untuk mendapatkan imbalan, 3. untuk menghargai diri sendiri. Sedangkan untuk motivasi internal nilai-nilai kebajikan universal yaitu keyakinan kelas. Pada tahap ketiga berkaitan dengan model berpikir menang-menang, kolaborasi dan konsensus menciptakan pilihan-pilihan baru, terdapat 5 posisi kontrol dan segitiga restitusi. Pada penentuan 5 posisi kontrol meliputi : 1. penghukum, 2. pembuat rasa bersalah, 3. teman, 4 pemantau dan 5. manajer; sedangkan pada segitiga restitusi meliputi : 1. menstabilkan identitas; 2. validasi kebutuhan dan 3. menanyakan keyakinan. Pada tahap terakhir berkaitan dengan realitas (kebutuhan) jika berbeda, kita berusaha memahami tentang pandangan orang lain tentang dunia. Dari tahap kelima ada 5 kebutuhan dasar manusia yaitu : 1. penguasaan; 2. kasih sayang dan rasa diterima, 3. kesenangan dan 4. kebebasan. Bila kita kaitkan dengan materi pada modul 1 kita melihat ada pandangan dari Ki Hajar Dewantara, pendidikan adalah pembudayaan buah budi manusia yang beradab dan buah perjuangan manusia terhadap dua kekuatan yang selalu mengelilingi hidup manusia yaitu kodrat  alam dan kodrat zaman atau masyarakat. Pendidikan adalah tuntunan bagi seluruh kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak agar mereka sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya. Ibarat bibit dan buah. Tuntunan itu tidak bersifat mengikat akan tetapi memberikan kebebasan dan kemerdekaan anak untuk berkembang serta tumbuh sesuai kodrat zaman dan kodrat alat mereka. Kita hanya pamong yang mengarahkan mereka supaya tidak tergelincir melakukan kesalahan yang menghilangkan kebahagiaan mereka. Tuntunan-tuntunan yang mengarahkan mereka untuk hidup sesuai dengan keselarasan alam dan lingkungan dimana mereka tumbuh. Menuntun mereka untuk untuk menjadi agen perubahan atau subjek dalam pendidikan untuk menciptakan keterbiasaan dalam berbudaya positif.

Budaya positif penting dikembangkan di sekolah. Mutu sekolah dapat dilihat dari budaya positif yang hidup dan dikembangkan warga sekola. Dalam mewujudkan budaya positif ini, guru memegang peranan sentral. Guru perlu memahami posisi apa yang tepat untuk dapat mewujudkan budaya positif baik lingkup kelas maupun sekolah. Selain itu, pemahaman akan disiplin positif juga diperlukan karena sebagai pamong, guru diharapkan dapat menuntun murid untuk menjadi pribadi yang bertanggung jawab.

Membangun budaya positif di sekolah secara bersama-sama dengan warga sekolah dapat dimulai dari diri sendiri, selanjutnya dapat ditularkan pada murid sebagai subjek pendidikan dalam rangka mewujudkan profil pelajar Pancasila. Terbentuknya budaya positif ini perlu adanya kolaborasi antara warga sekolah, orang tua dan lingkungan masyarakat.

Guru sebagai pemimpin pembelajaran dapat menggerakkan komunitas praktisi, menjadi couch bagi rekan sejawat dan mendorong kolaborasi antar guru untuk bersama-sama mewujudkan budaya positif. Budaya positif yang berpihak pada murid adalah dengan mengembangkan visi bersama tentang apa yang ingin dicapai sekolah. Dengan melihat kekuatan positif yang telah dicapai sekolah. Ini dapat terwujud apabila guru dapat mengaplikasikan nilai-nilai mandiri, reflektif, kolaboratif, inovatif dan berpihak pada murid.

Keberpihakan pada murid dapat diawali dengan membuat kesepakatan kelas / sekolah sebagai fondasi arah tujuan sebuah sekolah/ kelas yang akan menjadi landasan dalam memecahkan konflik atau permasalahan di dalam sekolah/ kelas. Dengan keyakinan sekolah/ kelas murid akan tergerak dan bersemangat untuk menjalankan keyakinan, dari pada hanya menjalankan peraturan tertulis tanpa makna.

Restitusi sebagai salah satu cara menanamkan disiplin positif pada murid sebagai bagian dari budaya positif di sekolah. Tujuan disiplin positif adalah menanamkan motivasi untuk menjadi orang yang mereka inginkan dan menghargai diri sendiri dengan nilai-nilai yang mereka percayai. Disiplin restitusi di posisi manajer atau minimal pemantau diharapkan dapat menghasilkan murid yang mandiri, bertanggung jawab dan merdeka

Penerapan segitiga restitusi dalam menanamkan disiplin positif adalah hal yang menarik bagi penulis. Ini menjadi hal yang baru buat penulis sebagai calon guru penggerak (CGP) karena sebelumnya belum pernah saya alami dalam membimbing murid berdisiplin positif.

Dalam menciptakan budaya positif di kelas maupun di sekolah cara pikir penulis sudah mulai berubah. Perubahan itu terjadi karena refleksi atau praktik disiplin yang penulis alami serta dampaknya  pada murid-murid penulis sebagai guru. Sebelumnya penulis sebagai guru dalam posisi kontrol penghukum dan pembuat rasa bersalah. Setelah mengetahui restitusi penulis berusaha pada posisi manajer atau minimal pemantau.

Penerapan konsep-konsep inti modul budaya positif yang pernah saya alami adalah lima posisi kontrol. Dari ke lima posisi kontrol yang diterapkan sebagai guru hanya pada posisi penghukum dan membuat rasa bersalah. Namun secara tidak disadari saya juga pernah menerapkan posisi pemantau maupun restitusi untuk menanamkan disiplin positif di kelas dan di sekolah. Selanjutnya saya akan berusaha berada pada posisi kontrol manajer dalam penerapan disiplin positif sehingga tercipta budaya positif.

2. Emosi-emosi yang dirasakan terkait pengalaman belajar

Emosi yang saya rasakan ketika melaksanakan penerapan teori disiplin positif ini dalam kegiatan pembelajaran di sekolah, saya menjadi merasa lebih sabar dalam menghadapi anak-anak, adanya pengaturan emosi yang sangat terkontrol, tidak melihat suatu kesalahan anak dari satu sudut pandang, akan tetapi lebih memandang dari banyak hal sehingga saya merasa adanya keterjalinan hubungan emosi yang lebih baik antara anak dengan pengajarnya/ gurunya.

3. Apa yang sudah baik berkaitan dengan keterlibatan dirinya dalam proses belajar

Hal baik yang telah saya miliki dan juga anak-anak karena kami memiliki lingkungan belajar yang kondusif dan dapat membuat suatu komunikasi yang positif tanpa adanya tekanan dan ketidak berdayaan. Selain itu anak-anak walaupun berasal dari kondisi latar belakang yang berbeda akan tetapi dapat melaksanakan komunikasi dan kolaborasi dengan baik.  

4. Apa yang perlu diperbaiki dengan keterlibatan dirinya dalam proses belajar

Dalam proses pembelajaran pada awalnya posisi kontrol yang sering digunakan adalah penghukum, guru memandang semua permasalahan yang muncul dari anak-anak dari satu sudut pandang, sehingga kurang memperhatikan apa sesungguhnya yang ada dalam pikiran mereka, mengapa mereka melakukan itu, apa yang diinginkan dan apa dampaknya belum menjadi fokus utama, sehingga dari proses belajar yang saya dapatkan saya menjadi lebih mengontrol diri, untuk dapat lebih memahami anak-anak, bersama dengan mereka membuat suatu keyakinan kelas yang dapat diterapkan secara konsisten dan bersama-sama.

5. Keterkaitan terhadap kompetensi dan kematangan diri pribadi

Dari proses yang dilakukan keterkaitan terhadap kompetensi dan kematangan diri pribadi saya sangat terasa ada suatu perbedaan. Dimana pada awalnya guru memiliki emosi yang kurang terkontrol ketika anak-anak dilihat melanggar tata tertib sekolah. Padahal anak-anak mungkin saja tidak tau tata tertib tersebut karena tidak adanya pembahasan yang lebih mendalam akan apa konsekuensi dan akibat jika tata tertib tersebut dilanggar.

B. Analisis Untuk Implementasi Dalam Konteks CGP

Indikator :

1. Memunculkan pertanyaan kritis yang berhubungan dengan konsep materi dan menggalinya lebih jauh

Setelah saya mempelajari pemahaman materi pada modul 1 ini  banyak hal yang saya dapatkan berkaitan dengan nilai-nilai apa yang harus dimiliki oleh seorang pendidik dan apa peranan saya sebagai seorang pendidik. Ternyata guru tidak saja hanya memiliki tugas mengajar lalu usai melaksanakan tugas langsung pulang dan menerima gaji setiap bulannya. Ternyata guru memiliki suatu tugas yang lebih dari sekedar itu. Ada banyak hal positif yang saya dapatkan dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran di kelas karena anak-anak yang saya hadapi memiliki beranekaragam latar belakang, sehingga perlu adanya penanganan yang khusus terhadap kasus-kasus yang anak-anak hadapi, hal ini saya dapatkan dari teori kontrol

2. Mengolah materi yang dipelajari dengan pemikiran pribadi sehingga tergali wawasan (insight) baru

Dalam mengimplementasikan nilai-nilai positif yang terdapat dalam modul 1 saya dapat hal-hal baru yang sebelumnya belum pernah saya dapatkan dalam pendidikan saya sebelumnya, Sebagai seorang guru memiliki suatu tujuan yaitu untuk menuntun anak-anak sesuai dengan kodrat alam dan zamanya, bukan mengajar anak-anak lalu mengevaluasi mereka hanya sekedar untuk mendapatkan nilai yang bagus. Lantas apakah itu menjamin anak-anak akan selamat dan bahagia, belum tentu. dari sini saya dapat memulai dari diri sendiri dengan bertanya pada diri ingin menjadi guru seperti apa saya, apakah saya akan menjadi guru yang dapat menuntun kodrat anak-anak atau hanya sekedar berada di zona nyaman tanpa melakukan tindakan lebih yang dapat memberikan manfaat bagi lingkungan sekitar yaitu anak-anak.

3. Menganalisis tantangan yang sesuai dengan konteks asal CGP (baik tingkat sekolah maupun daerah)

Dalam menerapkan apa yang kita yakini tentu banyak hal yang menjadi perhatian, seperti tantangan dan hambatan. Sebab yang dihadapi bukan satu atau beberapa orang saja akan tetapi banyak orang yang mungkin visinya tidak sejalan dengan pemikiran kita. Adapun tantangan yang saya hadapi diantaranya ketidak samaan persepsi dengan para senior yang telah lama memiliki pemikiran yang sudah mereka anggap benar sejak lama, dukungan dari kepala sekolah yang masih memandang perubahan zaman sebagai sesuatu yang sudah biasa terjadi dan kita hanya ikut alur mengikutinya dengan meyakinan hal-hal yang sebelumnya telah diturunkan secara turun temurun.

4. Memunculkan alternatif solusi terhadap tantangan yang diidentifikasi

Beberapa alternatif solusi terhadap tantangan yang saya hadapi diantaranya dengan melakukan praktik-praktik baik yang saya yakini akan memberikan dampak baik untuk anak-anak, karena saya menyadari sebagai guru yang masih muda, walau memiliki kemampuan anak-anak generasi Z akan tetapi saya sadar akan dapat memberikan dampak positif jika mampu memberikan bukti-bukti bukan dengan sekedar kata-kata dan mengiming-iming dengan impian yang muluk-muluk atau bahkan beradu argumen tanpa menghasilkan apa-apa.

C. Membuat Keterhubungan

Indikator :

1. Pengalaman masa lalu

Pengalaman masa lalu yang dapat saya jadikan pembelajaran adalah, pengalaman yang pernah saya lakukan kepada anak-anak ketika mereka menghadapi masalah atau melakukan pelanggaran saya mungkin termasuk guru yang tergolong penghukum, karena ketika melihat perbuatan yang salah / pelanggaran langsung memarahi anak-anak, tanpa memberikan pilihan yang lebih bijak dengan menggunakan posisi-posisi kontrol yang lain. Bagi saya waktu itu hal yang salah pantas untuk diberikan hukuman atau reward sehingga dapat memberikan efek yang lebih mendisiplinkan anak-anak. Ternyata hal tersebut tidak selamanya berdampak bagus karena anak-anak ada yang memiliki sifat yang cenderung dendam dan tidak menerima apa yang telah dia dapatkan walaupun hukuman sekalipun. Inilah yang membuat saya merefleksi dan terus belajar hingga mendapatkan pembelajaran tentang teori kontrol dari guru penggerak ini.

2. Penerapan di masa mendatang

Penerapan di masa mendatang setelah saya mempelajari materi pada modul 1 ini, saya menjadi pribadi yang lebih sabar dan lebih dapat mengontrol diri untuk dapat mengelola emosi sehingga tidak langsung memberikan efek negatif kepada anak-anak, akan tetapi lebih dengan cara-cara yang positif dalam menerapkan disiplin positif. Sehingga harapannya dapat memberikan pelayanan kepada anak-anak dalam proses menuntun untuk mendapatkan kebahagiaan dan keselamatan mereka.

3. Konsep atau praktik baik yang dilakukan dari modul lain yang telah dipelajari

Praktik baik yang telah saya lakukan dalam kaitan saya menerapkan modul 1 ini diantaranya berupa melakukan kolaborasi dalam kelompok MGMP Matematika (komunitas praktisi) dalam membuat acara seri berbagi, aktif dalam melaksanakan pengembangan kewirausahaan di sekolah dalam bentuk kegiatan berkebun, berjualan untuk anak-anak sebagai pengganti uang kas mereka, hingga mengembangan diri dalam membuat media komunikasi digital bagi seluruh warga sekolah berkaitan dengan transparansi, dan program-program strategis sekolah.

4. Informasi yang didapat dari orang atau sumber lain di luar bahan ajar PGP

Informasi yang didapat berkaitan dengan pengembangan diri seperti halnya program guru penggerak ini kedepan akan saya gunakan untuk menjadi pemimpin pembelajar di kelas/ sekolah agar dapat menuju arah perubahan yang lebih baik dan menjadi sarana bagi anak-anak untuk dapat belajar lebih baik sesuai dengan perkembangan kodrat zaman dan kodrat alam mereka untuk mencapai kebahagiaan dan keselamatan mereka dalam kehidupan mereka kelak.

Link Aksi nyata 


Wednesday, August 31, 2022

Kesimpulan dan Refleksi Pemikiran-Pemikiran Ki Hajar Dewantara

 

Pendidikan dan pengajaran tidak dapat dipisahkan. Menurut Ki Hajar Dewantara (KHD), pengajaran (onderwijs) adalah bagian dari Pendidikan. Pengajaran merupakan proses pendidikan dalam memberi ilmu atau faedah untuk kecakapan hidup anak secara lahir dan batin. Sedangkan Pancasila (opvoeding) memberi tuntunan terhadap segala kekuatan kodrat yang dimiliki anak agar ia mampu mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya baik sebagai seorang manusia maupun sebagai anggota masyarakat. Ki Hajar Dewantara memiliki keyakinan bahwa untuk menciptakan manusia Indonesia yang beradab maka pendidikan menjadi salah satu kunci utama untuk mencapainya.

Ki Hajar Dewantara memberikan pemikiranya tentang dasar-dasar pendidikan. Menurut KHD, pendidikan bertujuan menuntun segala kodrat yang ada pada anak-anak, agar mereka dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya. Pendidikan itu hanya dapat menuntun tumbuh atau hidupnya kekuatan kodrat anak.


Klik Shopee.Co.Id

Peran pendidik diibaratkan seorang petani atau tukang kebun yang tugasnya adalah merawat sesuai kebutuhan dari tanaman-tanamanya itu agar tumbuh dan berbuah dengan baik, tentu saja beda jenis tanaman beda perlakuannya. Artinya bahwa kita seorang pendidik harus bisa melayani segala bentuk kebutuhan metode belajar siswa yang berbeda-beda (berorientasi pada anak). Kita harus bisa memberikan kebebasan kepada anak untuk mengembangkan ide, berpikir kreatif, mengembangkan bakat/minat siswa (merdeka belajar), tapi kebebasan itu bukan berarti kebebasan mutlak, perlu tuntunan dan arahan dari guru supaya anak tidak kehilangan arah dan membahayakan dirinya.


Ki Hajar Dewantara juga mengingatkan para pendidik untuk tetap terbuka dan mengikuti perkembangan zaman yang ada namun tidak semua yang baru itu baik, jadi perlu diselaraskan dulu. Indonesia juga memiliki potensi-potensi kultural yang dapat dijadikan sumber belajar. Ki Hajar Dewantara menjelaskan bahwa dasar pendidikan anak berhubungan dengan kodrat alam dan kodrat zaman. Kodrat alam berkaitan dengan sifat dan bentuk lingkungan di mana anak berada, sedangkan kodrat zaman berkaitan dengan isi dan irama. Artinya bahwa setiap anak sudah membawa sifat atau karakternya masing-masing, jadi sebagai guru kita tidak bisa menghapus sifat dasar tadi, yang bisa dilakukan adalah menunjukkan dan membimbing mereka agar muncul sifat-sifat baiknya sehingga menutupi/mengaburkan sifat-sifat jeleknya.

Kodrat zaman bisa diartikan bahwa kita sebagai guru harus membekali keterampilan kepada siswa sesuai zamanya agar mereka bisa hidup berkarya dan menyesuaikan diri. Dalam konteks pembelajaran sekarang, ya kita harus bekali siswa dengan kecakapan abad 21.  Budi pekerti juga harus menjadi bagian tak terpisahkan dari pendidikan dan pengajaran yang kita lakukan sebagai guru. Guru harus senantiasa memberikan teladan yang baik bagi siswa-siswanya dalam mengembangkan budi pekerti. Kita juga bisa melakukan kegiatan-kegiatan pembiasaan di sekolah untuk menanamkan nilai-nilai budi pekerti/akhlak mulia kepada anak.

Dalam pembelajaran di kelas hendaknya kita juga harus memperhatikan kodrati anak yang masih suka bermain. Lihatlah ketika anak-anak sedang bermain pasti yang mereka rasakan adalah kegembiraan dan itu membuat suatu kesan yang membekas di hati dan pikirannya. Hendaknya guru juga memasukkan unsur-unsur permainan dalam pembelajaran agar anak-anak senang dan tidak mudah bosan. Apalagi menggunakan permainan-permainan tradisional yang ada, selain menyampaikan pembelajaran melalui permainan, kita juga mendidik dan mengajak anak untuk melestarikan kebudayaan.

Hal terpenting yang harus dilakukan seorang guru adalah menghormati dan memperlakukan anak dengan sebaik-baiknya sesuai kodratnya, melayani mereka dengan setulus hati, memberikan teladan (ing ngarso sung tulodho), menuntun proses belajarnya (ing madyo mangun karso) dan memberikan dorongan (tut wuri handayani) bagi tumbuh kembangnya anak. Menuntun mereka menjadi pribadi yang terampil, berakhlak mulia dan bijaksana sehingga mereka akan mencapai kebahagiaan dan keselamatan.

Sumber : https://ayoguruberbagi.kemdikbud.go.id/artikel/kesimpulan-dan-refleksi-pemikiran-pemikiran-ki-hajar-dewantara/