Thursday, March 23, 2023

Koneksi Antar Materi Modul 2.3 Coaching

Refleksi dan Koneksi Antar Materi Modul 2.3

 


Sumber : Gambar Google

Coaching didefinisikan sebagai sebuah proses kolaborasi yang berfokus pada solusi, berorientasi pada hasil dan sistematis, dimana coach memfasilitasi peningkatan atas performa kerja, pengalaman hidup, pembelajaran diri, dan pertumbuhan pribadi dari coachee (Grant, 1999). Sedangkan Whitmore (2003) mendefinisikan coaching sebagai kunci pembuka potensi seseorang untuk dapat memaksimalkan kinerjanya. Coaching lebih kepada membantu seseorang untuk belajar daripada mengajarinya. Sejalan dengan pendapat para ahli tersebut, International Coach Federation mendefinisikan coaching sebagai "... bentuk kemitraan bersama klien (coachee) untuk memaksimalkan potensi pribadi dan profesional yang dimilikinya melalui proses yang menstimulasi dan mengeksporasi pemikiran dan proses kreatif."

Selain coaching, ada beberapa metode pengembangan diri yang lain yang bisa jadi sudah biasa diterapkan di sekolah yaitu : mentoring, konseling, fasilitasi dan training. Adapun definisi dari masing-masing bentuk pengembangan diri tersebut sebagai berikut

1. Definisi Mentoring

Stone(2002) mendefinisikan mentoring sebagai suatu proses dimana seorang teman, guru, pelindung atau pembimbing yang bijak dan penolong menggunakan pengalamanya untuk membantu seeorang dalam mengatasi kesulitan dan mencegah bahaya. Sedangkan Zachary (2002) menjelaskan bahwa mentoring memindahkan pengetahuan tentang banyak hal, memfasilitasi perkembangan, mendorong pilihan yang bijak dan membantu mentee untuk membuat perubahan.

2. Definisi Konseling

Gibson dan Mitchell (2003) menyatakan bahwa konseling adalah hubungan bantuan antara konselor dan klien yang difokuskan pada pertumbuhan pribadi dan penyesuaian diri serta pemecahan masalah dan pengambilan keputusan. Sementara itu, Rogers (1942) dalam Hendrarno, dkk (2003:24), menyatakan bahwa konseling merupakan rangkaian-rangkaian kontak atau hubungan secara langsung dengan individu yang tujuannya memberikan bantuan dalam merubah sikap dan tingkah lakunya.

3. Definisi Fasilitasi

Shwarz (1994) mendefinisikan fasilitasi sebagai sebuah proses dimana seseorang yang dapat diterima oleh seluruh anggota kelompok, secara substantif berdiri netral, dan tidak punya otoritas mengambil kebijakan, melakukan intervensi untuk membantu kelompok memperbaiki cara-cara mengidentifikasi dan menyelesaikan berbagai masalah, serta membuat keputusan, agar bisa meningkatkan efektivitas kelompok itu.

4. Definisi Training

Training menurut Noe, Hollenbeck, Gerhart & Wright (2003) merupakan suatu usaha yang terencana untuk memfasilitasi pembelajaran tentang pekerjaan yang berkaitan dengan pengetahuan, keahlian dan perilaku oleh para pegawai.


Coaching dalam Konteks Pendidikan

Ki Hadjar Dewantara menekankan bahwa tujuan pendidikan itu "menuntun" tumbuhnya atau hidupnya kekuatan kodrat anak sehingga dapat memperbaiki lakunya. Oleh sebab itu keterampilan coaching perlu dimiliki para pendidik untuk menuntun segala kekuatan kodrat (potensi) agar mencapai keselamatan dan kebahagiaan sebagai manusia maupun anggota masyarakat. Proses coaching sebagai komunikasi pembelajaran antara guru dan murid, murid diberikan ruang kebebasan untuk menemukan kekuatan dirinya dan peran sebagai "pamong" dalam memberi tuntunan dan memberdayakan potensi yang ada agar murid tidak kehilangan arah dan menemukan kekuatan dirinya tanpa membahayakan dirinya.

Sistem Among, Ing Ngarso Sung Tulodo, Ing Madyo Mangun Karso, Tut Wuri Handayani, menjadi semangat yang menguatkan keterampilan komunikasi guru dan murid dengan menggunakan pendekatan coaching. 

Paradigma Berpikir Coaching

Ada 4 paradigma dalam berpikir coaching diantaranya adalah :

1. Fokus pada coachee/ rekan yang akan dikembangkan

2. Bersikap terbuka dan ingin tahu

3. Memiliki kesadaran diri yang kuat

4. Mampu melihat peluang baru dan masa depan

Masing-masing dari paradigma berpikir coaching dapat dijelaskan sebagai berikut

1. Fokus Pada Coachee

Paradigma berpikir yang pertama adalah fokus pada coachee atau rekan sejawat yang akan kita kembangkan. Pada saat kita mengembangkan kompetensi rekan sejawat kita, kita memusatkan perhatian kita pada rekan yang kita kembangkan, bukan pada "situasi" yang dibawakan dalam percakapan. Fokus diletakkan pada topik apapun yang dibawakan oleh rekan tersebut, dapat membawa kemajuan pada mereka, sesuai keinginan mereka.

2. Bersikap Terbuka dan Ingin Tahu

Paradigma berpikir yang kedua adalah bersifat terbuka dan ingin tahu. Kita perlu berpikiran terbuka terhadap pemikiran-pemikiran rekan sejawat yang kita kembangkan. Ciri-ciri dari sikap terbuka dan ingin tahu ini adalah :

a. Berusaha untuk tidak menghakimi, melabel, berasumsi atau menganalisis pemikiran orang lain;

b. Mampu menerima pemikiran orang lain dengan tenang, dan tidak menjadi emosional;

c. Tetap menunjukkan rasa ingin tahu yang besar terhadap apa yang membuat orang lain memiliki pemikiran tertentu.

3. Memiliki Kesadaran Diri Yang Kuat

Paradigma berpikir coaching yang ketiga adalah memiliki kesadaran diri yang kuat. Kesadaran diri yang kuat membantu kita untuk bisa menangkap adanya perubahan yang terjadi selama pembicaraan dengan rekan sejawat. Kita perlu mampu menangkap adanya emosi/ energi yang timbul dan mempengaruhi percakapan, baik dari dalam diri sendiri maupun dari rekan kita. Kompetensi yang merupakan perwujudan dari paradigma berpikir ini akan dikatakan sebagai kompetensi coaching.

4. Mampu Melihat Peluang Baru dan Masa Depan

Paradigma berpikir coaching yang keempat adalah mampu melihat peluang baru dan masa depan. Kita harus mampu melihat peluang perkembangan yang ada dan juga bisa membawa rekan kita melihat masa depan. Coaching mendorong seseorang untuk fokus pada masa depan, karena apapun situasinya saat ini, yang masih bisa diubah adalah masa depan. Coaching bisa mendorong seseorang untuk fokus pada solusi, bukan pada masalah, karena pada saat kita berfokus pada solusi, kita menjadi lebih bersemangat dibandingkan jika kita berfokus pada masalah.

Prinsip Coaching

International Coaching Federation (ICF) mendefinisikan coaching sebagai kemitraan dengan klien dalam suatu proses kreatif dan mengunggah pikiran untuk menginspirasi klien agar dapat memaksimalkan potensi pribadi dan profesional coachee.

Prinsip coaching dikembangkan dari tiga kata/frasa kunci pada definisi coaching, yaitu "Kemitraan, Proses Kreatif, dan Memaksimalkan Potensi". Berikut adalah penjelasan dari masing-masing prinsip tersebut

1. Kemitraan

Prinsip coaching yang pertama adalah kemitraan. Dalam coaching, posisi coach terhadap coachee-nya adalah mitra. Itu berarti setara, tidak ada yang lebih tinggi maupun lebih rendah. Coachee adalah sumber belajar bagi dirinya sendiri. 

Pertanyaan yang bisa dilontarkan oleh kita kepada rekan sejawat kita untuk membangun kemitraan adalah sebagai berikut

a. Apa yang ingin bapak/ibu kembangkan dalam enam bulan ke depan ?

b. Apa yang ingin bapak/ibu capai di akhir semester/tahun pelajaran ini ?

c. Di antara standar proses pembelajaran yang kita miliki, bagian mana yang menurut bapak/ibu paling perlu bapak/ibu tingkatkan / kembangkan ?

2. Proses Kreatif

Coaching adalah proses mengantar seseorang dari situasi dia saat ini ke situasi ideal yang diinginkan di masa depan. Hal ini tergambar dalam prinsip coaching yang kedua, yaitu proses kreatif ini dilakukan melalui percakapan , yang :

a. dua arah

b. memicu proses berpikir coachee

c. Memetakan dan menggali situasi coachee untuk menghasilkan ide-ide baru

Prinsip ini dapat membantu seseorang untuk menjadi otonom karena dalam prosesnya orang yang dikembangkan perlu untuk berpikir ke dalam dirinya untuk mendapatkan kesadaran diri akan situasinya dan kemudian menemukan langkah-langkah apa yang perlu dilakukan untuk mengembangkan kompetensi dirinya. Berikut adalah percakapan yang menggambarkan proses kreatif antara seorang guru yang membantu rekan sejawatnya dalam mengembangkan kompetensi dirinya.

Coach : Di antara proses pembelajaran yang kita miliki, bagian mana yang menurut ibu paling perlu ibu tingkatkan atau kembangkan ?

Coachee : Saya ingin mengembangkan bagaimana saya bisa memenuhi kebutuhan belajar murid-murid saya yang berbeda-beda, pak 

Coach : O ... jadi ibu ingin mengembngakan bagaimana ibu bisa memenuhi kebutuhan belajar murid-murid ibu yang berbeda-beda. apa indikator dari ibu sudah bisa memenuhi kebutuhan belajar murid-murid ibu yang berbeda-beda tersebut ?

Coachee : Indikatornya, semua murid saya bisa memahami konsep yang saya ajarkan dengan lebih mudah. Mereka bisa menikmati proses belajar mereka karena sesuai dengan gaya dan kecepatan belajar mereka masing-masing

Coach : Baik, jadi indikatornya adalah semua murid ibu bisa memahami konsep yang ibu ajarkan dengan lebih mudah dan mereka bisa menikmati proses belajar karena sesuai dengan gaya dan kecepatan belajar mereka masing-masing ya ... Sehubungan  dengan tujuan tersebut, skala 1-10, jika 10 ibu sudah dapat memenuhi kebutuhan belajar murid-murid seperti yang ibu sampaikan tadi, dan 0 belum memenuhi, ibu ada di angka berapa saat ini ?

Coachee : Sepertinya saya masih di angka 6 deh pak.

Coach : Di angka 6 ya, Seperti apa itu angka 6 nya bu ? bisa dijelaskan ?

Coachee : Di angka 6 karena saat ini proses belajar saya baru mengakomodir tiga tingkatan pemahaman, mudah, sedang, dan sulit. Saya belum mempertimbangkan gaya belajar dan kecepatan belajar murid sama sekali

Coach : Baik ... ibu ingin meningkatkannya menjadi angka berapa dalam beberapa minggu kedepan ?

Coachee : Ditingkatkan ke angka 8 deh pak

Coach : 8 nya seperti apa itu bu ?

Coachee : Saya akan mencoba menyiapkan proses belajar yang mengakomodasi gaya belajar murid-murid saya pak

Coach : Untuk bisa menyiapkan proses belajar yang mengakomodir gaya belajar murid-murid ibu, apa saja yang sudah ibu lakukan ?

Coachee : (Bercerita apa yang sudah dilakukan)

Coach : Jadi ibu sudah melakukan itu semua ya, apa lagi yang perlu ditambahkan dilakukan berbeda, supaya murid ibu ini bisa fokus menyimak penjelasan ibu pada saat ibu mengajar ?

Coachee : (berpikir dan mengatakan hal-hal yang perlu ditambahkan dan dilakukan berbeda)

Coach : Apa lagi ?

3. Memaksimalkan Potensi

Untuk memaksimalkan potensi dan memberdayakan rekan sejawat, percakapan perlu diakhiri dengan suatu rencana tindak lanjut yang diputuskan oleh rekan yang dikembangkan, yang paling mungkin dilakukan dan paling besar kemungkinan berhasilnya. Selain itu juga, percakapan ditutup dengan kesimpulan yang dinyatakan oleh rekan yang sedang dikembangkan.

Pertanyaan yang bisa dilontarkan oleh kita kepada rekan sejawat kita untuk bergerak maju adalah sebagai berikut :

a. Jadi apa yang akan bapak/ ibu lakukan setelah sesi ini dari alternatif tadi ?

b. Kapan bapak/ibu akan melakukannya ?

c. Bagaimana bapak/ibu memastikan ini bisa berjalan ?

d. Siapa yang perlu diminta dukungan ?

Pertanyaan yang bisa dilontarkan oleh kita kepada rekan sejawat kita untuk meminta mereka menyimpulkan adalah sebagai berikut :

a. Apa yang bisa bapak/ibu simpulkan dari percakapan kita barusan ?

b. Apa yang menjadi pandangan baru dari percakapan kita barusan ?

Prinsip dan Paradigma Berpikir Coaching dalam Supervisi Akademik

Kita ketahui bersama bahwa supervisi akademik memiliki tujuan untuk mengevaluasi kompetensi mengajar guru dan proses belajar di kelas. Pertanyaanya, apakah kita bisa mengevaluasi dan juga sekaligus memberdayakan ? Costa dan Garmston (2016) menyampaikan bahwa kita bisa memberdayakan guru melalui coaching, kolaborasi, konsultasi dan evaluasi yang interaksinya bergantung kepada tujuan dan hasil yang diharapkan.

Perbedaan Fungsi Pendukung dalam Pemberdayaan Manusia


Fungsi Pendukung Maksud (Intensi) Tujuan Sumber Kriteria Untuk Penilaian
Coaching Mengubah efektivitas pengambilan keputusan, paradigma berpikir (mental model), dan persepsi serta membiasakan refleksi Meningkatkan dan membiasakan belajar mandiri, mengelola diri sendiri, memantau diri sendiri, memodifikasi diri sendiri Guru
Kolaborasi Membentuk ide, pendekatan, solusi dan fokus untuk penyelidikan (inkuiri) Memecahkan masalah pembelajaran, menerapkan dan menguji ide-ide bersama, belajar bersama Guru dan Rekan Sejawat
Konsultasi Menginformasikan tentang kebutuhan siswa, pedagogi, kurikulum, kebijakan, prosedur dan memberikan bantuan teknis. Menerapkan standar pengajaran Meningkatkan pengetahuan dan keterampilan pedagofis dan konten, menerapkan praktik dan kebijakan dalam lingkup sekolah Konsultan
Evaluasi Memenuhi standar dan kriteria yang digunakan oleh sekolah Menilai kinerja sesuai dengan standar yang digunakan Evaluator mengacu pada standar yang digunakan


Kompetensi Inti Coaching

Berdasarkan ICF (International Coaching Federation) . Coaching diyakini membawa manfaat untuk pengembangan potensi dari coachee, meningkatkan kinerja, terwujudnya tim yang solid dan berujung pada peningkatan keuntungan suatu lembaga. Menurut ICF ada 8 kompetensi yang wajib dimiliki oleh seorang coach.

Berikut ini, delapan kompetensi coaching standar ICF

1. Demostrates Ethical Practice

Mendemontrasikan praktik etis adalah memahami dan secara konsisten menerapkan etika dan standar pembinaan coaching. Menunjukkan integritas dan kejujuran dalam berinteraksi dengan klien. Peka terhadap identitas, lingkungan, pengalaman, nilai dan keyakinan klien, menggunakan bahasa yang pantas dan menghormati klien. Menjaga kerahasiaan informasi dari klien

2. Embodies a Coaching Mindset

Mewujudkan pola pikir coaching dengan cara mengembangkan dan mempertahankan pola pikir yang terbuka, sifat ingin tahu dan fleksibel yang berpusat pada klien bukan pada masalah. Coach terlibat dalam pembelajaran dan pengembangan secara berkelanjutan. Mengembangkan praktik, mempertahankan kesadaran dan selalu terbuka terhadap pengaruh budaya yang ada.

3. Establishes and Maintains Agreements

Menetapkan dan memelihara perjanjian yaitu bermitra dengan klien untuk menciptakan kejelasan kesepakatan tentang hubungan pembinaan, proses, rencana dan tujuan. Menjelaskan apa itu coaching dan mencapai kesepakatan tentang apa yang pantas dan tidak pantas serta apa saja yang ditawarkan pada klien. Bermitra dengan klien dan pemangku kepentingan terkait untuk membangun keseluruhan rencana, tujuan coaching, mengidentifikasi atau menegaskan kembali apa yang ingin dicapai dalam coaching.

4. Cultivates Trust and Safety

Menumbuhkan kepercayaan dan keamanan yaitu bermitra dengan klien untuk menciptakan lingkungan yang aman dan mendukung klien untuk berbagi secara bebas. Menjaga hubungan saling menghormati dan kepercayaan

Coach harus berusaha memahami klien dalam konteks mereka yang mencakup identitas, lingkungan, pemahaman, nilai dan kepercayaan. Menunjukkan rasa hormat terhadap identitas, persepsi, gaya dan bahasa klien.

5. Maintains Presence

Mempertahankan kehadiran dengan cara sepenuhnya sadar dan hadir bersama klien, menggunakan gaya yang terbuka, fleksibel, membumi dan percaya diri. Tetap fokus, jeli, empati dan responsif terhadap klien, menunjukkan rasa ingin tahu selama proses coaching

Mengelola emosi seseorang untuk tetap hadir dengan klien, menunjukkan kepercayaan diri dalam bekerja dengan emosi klien yang kuat selama proses pembinaan.

6. Listens Actively

Mendengarkan secara efektif dengan berfokus pada apa yang dikatakan klien dan sepenuhnya memahami apa yang sedang dikomunikasikan dan mendukung klien berekspresi diri. Mempertimbangkan konteks klien, identitas, lingkungan, pengalaman, nilai dan keyakinan untuk meningkatkan tantangan apa yang klien komunikasikan. Coach merangkum apa yang dikomunikasikan klien untuk memastikan kejelasan dan klarifikasi pemahaman.

7. Evokes Awareness

Membangkitkan kesadaran dengan memfasilitasi wawasan dan pembelajaran klien dengan menggunakan alat dan teknik seperti pertanyaan yang berbobot, keheningan, metafora atau analogi. Mempertimbangkan apa yang paling berguna. Coach mengajukan pertanyaan tentang klien, seperti cara berpikir, nilai, kebutuhan, keinginan dan keyakinan.

8. Facilitates Client Growth

Memfasilitasi pertumbuhan klien dengan cara bermitra dengan klien untuk mengubah pembelajaran dan wawasan menjadi tindakan. Mempromosikan otonomi klien dalam proses pembinaan. Mengintegrasikan kesadaran, wawasan atau pembelajaran baru ke dalam pandangan dunia dan perilaku. Bersama dengan klien merancang tujuan, tindakan dan ukuran tanggung jawab yang mengintegrasikan dan memperluas pembelajaran baru. Mengakui dan mendukung otonomi klien dalam merancang tujuan serta tindakan yang bertanggung jawab.

Supervisi Akademik Dengan Paradigma Berpikir Coaching

Dalam pelaksanaanya ada dua paradigma utama yang menjadi landasan kita menjalankan proses supervisi akademik yang memberdayakan, yakni paradigma pengembangan kompetensi yang berkelanjutan dan optimalisasi potensi setiap individu.

Seorang supervisor memahami makna dari tujuan pelaksanaan supervisi akademik di sekolah (Sergiovanni, dalam Depdiknas, 2007) :

1. Pertumbuhan : setiap individu melihat supervisi sebagai bagian dari daur belajar bagi pengembangan performa sebagai seorang guru ,

2. Perkembangan : supervisi mendorong individu dalam mengidentifikasi dan merencanakan area pengembangan diri

3. Pengawasan : sarana dalam monitoring pencapaian tujuan pembelajaran

Beberapa prinsip-prinsip supervisi akademik dengan paradigma berpikir coaching meliputi :

1. Kemitraan : proses kolaborasi antara supervisor dan guru

2. Kontruktif : bertujuan mengembangkan kompetensi individu

3. Terencana

4. Reflektif

5. Objektif : data/ informasi diambil berdasarkan sasaran yang sudah disepakati

6. Berkesinambungan

7. Komprehensif : mencakup tujuan dari proses supervisi akademik

Refleksi Terkait Koneksi Materi Pada Modul 2.3

Rubrik ini mengukur 3 (tiga) aspek yang terdiri dari: 

  1. Pemikiran reflektif terkait pengalaman belajar
    Indikator:
    Dalam refleksinya, CGP menyampaikan poin-poin berikut:
    1. pengalaman/materi pembelajaran yang baru saja diperoleh 
    2. emosi-emosi yang dirasakan terkait pengalaman belajar 
    3. apa yang sudah baik berkaitan dengan keterlibatan dirinya dalam proses belajar 
    4. apa yang perlu diperbaiki terkait dengan keterlibatan dirinya dalam proses belajar 
    5. keterkaitan terhadap kompetensi dan kematangan diri pribadi
1. Pengamalam/ materi pembelajaran yang saya dapatkan ketika mempraktekkan teknik coaching adalah kebermaknaan dari sebuah kegiatan implementasi coaching itu sendiri didalam supervisi akademik. Sebelumnya supervisi akademik yang dilakukan hanya untuk kegiatan mengetahui kelengkapan administrasi guru mengajar, sehingga dalam pikiran saya hal ini akan menjadi suatu rutinitas setiap dilaksanakannya supervisi. Setelah saya mempelajari modul 2.3 saya lebih memahami bahwa supervisi yang dimaksudkan adalah suatu kegiatan yang berkesinambungan yang akan terus dilakukan oleh coachee untuk semakin meningkatkan kinerjanya dari waktu ke waktu, bukan hanya sekedar memenuhi tuntutan administrasi akan tetapi lebih berarah pada meningkatkan potensi diri yang harapannya dapat meningkat pula dampak positif yang dihasilkan nantinya.
2. Emosi-emosi yang saya rasakan terkait pengalaman belajar yang telah dilakukan saya awalnya merasa gugup dan kadang kehabisan ide untuk membuat pertanyaan yang berkualitas , kadang mudah untuk dibuat menjadi lebar masalahnya, sehingga kurang fokus dengan tujuan awal yang ingin dicapai bersama coachee. Setelah mengikuti serangkaian praktek dan mendapatkan pengalaman-pengalaman selama proses pelatihan saya menjadi lebih paham dan lebih terbuka dalam menggali informasi yang bermanfaat untuk coachee
3. Menurut saya yang sudah baik dalam penerapan pembelajaran yang saya lakukan di sekolah , saya sudah mampu mengaktifkan aktifitas belajar dikelas dengan baik, mulai dari penerapan teknik maindfulness hingga membantu anak-anak dalam mencapai kompetensi sosial emosionalnya, hal ini saya rasa sangat bermanfaat sekali sehingga anak-anak ketika saya terapkan dua kegiatan tersebut menjadi lebih paham apa guna dan penerapan teori yang ada tanpa saya harus mengajari mereka dengan cara lama seperti ceramah maupun tanya jawab.
4. Yang perlu masih saya perbaiki adalah potensi ketidak sengajaan untuk menyampaikan secara langsung apa yang saya tau, kurang sabar dalam memberikan anak-anak kesempatan untuk berusaha terlebih dahulu dengan cara mengeksplorasi media-media maupun sumber-sumber belajar yang diberikan.
5. Keterkaitan antara kompetensi dan kematangan diri saya rasa untuk diri sendiri sudah cukup baik, karena saya cukup paham materi modul 2 ini dan bagaimana saya menerapkannya di kelas. Dari hasil praktek yang sudah saya laksanakan selama proses belajar modul ini saya menjadi semakin paham teknik menggunakan alur TIRTA
  1. Analisis untuk implementasi dalam konteks CGP
    Indikator:
    Dalam refleksinya, CGP menyampaikan analisis terkait topik dengan indikator sebagai berikut:
    1. memunculkan pertanyaan kritis yang berhubungan dengan konsep materi dan menggalinya lebih jauh
    2. mengolah materi yang dipelajari dengan pemikiran pribadi sehingga tergali wawasan (insight) baru
    3. menganalisis tantangan yang sesuai dengan konteks asal CGP (baik tingkat sekolah maupun daerah)
    4. memunculkan alternatif solusi terhadap tantangan yang diidentifikasi
Dalam konteks refleksi penerapan beberapa hal yang saya sudah mampu munculkan seperti :
1. Memunculkan pertanyaan kritis yang bertujuan untuk menggali akar masalah sehingga dapat menemukan apa sebenarnya yang menjadi kegundahan yang dirasakan coachee. Dari pertanyaan-pertanyaan yang saya ajukan ketika melaksanakan proses coaching saya rasa masih perlu untuk mengarahkan topik untuk mengacu pada mengembangan ide dari coachee, supaya topik pembicaraan tidak semakin melebar dan masalah menjadi sangat komplit. 
2. Dalam pelaksanaan coaching yang dilakukan, saya menerapkan prinsip-prinsip coaching itu sendiri, diantaranya kemitraan, berpikir kreatif dan memaksimalkan potensi coachee. Prinsip kemitraan saya terapkan dengan upaya terjalinnya suasana yang nyaman, posisi antara coach dan coachee adalah sebagai teman berbagi cerita untuk membantu coachee untuk menemukan solusi masalahnya dari ide-ide kreatif yang memang muncul dari dirinya sendiri. Pada proses memaksimalkan potensi saya mencoba menerapkan pertanyaan-pertanyaan yang bertujuan agar coachee mampu mengelola dirinya sendiri hingga mencapai titik terang apa yang harus dilakukannya.
3. Selain mengacu pada prinsip-prinsip coaching, hasil pengelolaan informasi dari proses bertanya tersebut, juga akan mendapatkan kira-kira apa tantangan yang sebenarnya dihadapi sehingga keberhasilan yang ingin dicapai coachee masih terhambat. Disini coach melakukan analisa-analisa lebih mendalam sehingga dapat mengajukan pertanyaan yang dapat menggiring coachee untuk menemukan ide-ide kreatif dalam proses pengembangan diri/ pemberdayaan dirinya sendiri
4. Dalam proses pemberdayaan diri dari coach pada coachee, ketika proses sedang berlangsung setiap pertanyaan yang tujuannya adalah mengarahkan coachee untuk dapat berpikir akan dirinya sendiri, bagaimana dia dapat menemukan sendiri ide-ide tersebut tanpa harus merasakan digurui oleh coach nya. Disinilah terlihat bahwa proses pemberdayaan tersebut dapat berjalan dengan baik.
  1. Membuat keterhubungan
    Indikator:
    Refleksi yang CGP buat memunculkan koneksi dari pembelajarannya dengan poin-poin berikut:
    1. pengalaman masa lalu
    2. penerapan di masa mendatang
    3. konsep atau praktik baik yang dilakukan dari modul lain yang telah dipelajari
    4. informasi yang didapat dari orang atau sumber lain di luar bahan ajar PGP.
1. Dari proses belajar modul 2.3 ini bila saya kaitkan dengan kondisi masa lalu, ketika saya di supervisi oleh Kepala Sekolah di kelas, supervisi hanya berujuan untuk mengecek kelengkapan guru ketika mengajar, hal ini belum mengupayakan pemberdayaan guru tersebut, apa yang kurang dan perlu diperbaiki dan seterusnya. 
2. Penerapan di masa mendatang perlu kiranya supervisi akademik tidak hanya untuk mengecek kelengkapan guru mengajar, akan tetapi lebih pada pengelolaan diri coachee sehingga mampu meningkatkan kinerjanya dari waktu ke waktu. Tentu coaching yang dilakukan bukan untuk mencari kesalahan dari coachee kemudian menjatuhkan akan tetapi semakin hari semakin mengupayakan peningkatan kualitas dirinya.
3. Praktik baik yang telah dilakukan selain melakukan praktik coaching bersama dengan teman sesama calon guru penggerak, akan tetapi juga bersama dengan teman sejawat dan juga anak-anak di kelas.
4. Informasi yang saya dapatkan terkait dengan kompetensi coaching itu sendiri jika dilihat dari bahan ajar modul hanya 4 sedangkan setelah saya cari informasi dari media online ternyata ada 8 kompetensi yang harus dimiliki.

Demikian gambara hasil refleksi dan koneksi antar materi berkaitan dengan paradigma coaching

Referensi :

1. Modul Materi 2.3 Coaching Program Pendidikan Guru Penggerak

2. https://realestat.id/berita-properti/8-kompetensi-coaching-untuk-mempercepat-return-on-investment-roi/

0 comments:

Post a Comment

Terima Kasih Sudah Berkontribusi Pengembangan Blog Ini